Wednesday 10 October 2012

Malas Mengisi Blog (Lagi)

Akhir-akhir ini sedang malas menulis di blog. Kenapa? Semua ini gara-gara kejadian beberapa hari yang lalu. Ketika itu aku berkunjung ke salah satu toko buku, dan melihat deretan novel-novel remaja terbaru. Tiba-tiba ketika membaca salah satu sinopsis novel yang sekarang ini mulai berkembang tidak lagi menggambarkan isi cerita, namun penggalan kalimat di novel tersebut, aku tersentak. Penggalan kalimat itu, aku kenal betul.

Penggalan-penggalan kalimat itu pernah aku tulis di blogku sewaktu SMA. Persis, karena aku masih ingat betul setiap katanya. Kejadian itu membuatku sedikit malas menulis di blog, tepatnya menulis prosa di dunia maya. Sebab, dunia maya adalah dunia tanpa batas dimana semua orang bebas mengunjungi dan mengambil, tanpa proteksi, dan sering kali tidak menghormati hak cipta.

Ini bukan kali pertama aku harus berurusan dengan hak cipta di internet. Tapi, kejadian ini cukup menyurutkan semangatku menulis di blog. Entah, sepertinya setelah tulisan ini, akan butuh waktu lama untukku menulis di blog ini.

Tapi setidaknya kejadian ini memberiku sedikit kepercayaan diri. Mungkin aku akan mulai menyelesaikan naskahku sendiri, dan menjajakannya ke penerbit. Amin.

Sunday 7 October 2012

An.Other Dream

Jumat lalu ketika sedang makan di samping RS Borromeus, salah seorang teman bertanya, "Ria, cita-cita kamu tuh apa sih?". Dalam waktu sepersekian detik, aku menjawab dengan dua kata, "Keliling dunia."

Simple. Tapi, dua hari ini tiba-tiba aku kembali memikirkan jawabanku. Benarkah jawaban dari pertanyaan itu hanya cukup aku gambarkan melalui dua kata? Hari ini jawabannya kutemukan, ternyata tidak. Aku punya cita-cita lain, selain keliling dunia.

Sebutlah 'keliling dunia' itu adalah ambisiku, dan mimpiku yang lain, yang satu ini adalah kerinduanku. Cita-citaku yang lain adalah menjadi isteri dan ibu yang baik suatu hari nanti. *blush

Kalau teman-temanku baca kalimat tadi, mereka mungkin akan tertawa dan terkejut. Sehari-hari mungkin aku memang tidak terlihat seperti seorang family woman atau calon ibu yang baik. Maka dari itu, tidak akan banyak orang yang percaya.

Tapi nyatanya sebebas apapun jiwaku, aku tetap seorang perempuan yang memimpikan suatu hari nanti menemukan pria yang tepat, melangkah ke altar, dan mengikat janji di hadapan pastor dan Tuhan. Memiliki sebuah rumah yang nyaman dan hangat, yang akan didekorasi sehingga semua penghuninya merasa betah dan selalu ingin pulang dan pulang. Memasak untuk dia, menunggunya pulang, kemudian makan malam bersama. Something normal menurut ukuran masyarakat.

Aku mau punya dua anak yang lucu. Ingin menyayangi dan mendidik mereka, penuh kasih sayang tetapi tidak memanjakan. Aku sering membayangkan suatu saat bisa membacakan dongeng sebelum tidur untuk anakku, mengajari mereka untuk berani berpendapat dan berpikir logis dengan menceritakan alasan dari pilihan mereka, dan menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan menggemaskan mereka seaneh apapun itu, dengan penuh ketertarikan dan tanpa lelah.

Mungkin pengalaman masa kecil yang menjadikan aku berpikir bahwa ketika aku punya anak nanti, aku tidak mau membiarkan mereka merasa kesepian dan berpikir orang tuanya tidak ada ketika mereka membutuhkannya. Sebuah mimpi yang standar ya? Yang menurut masyarakat memang sudah seharusnya dilakukan oleh semua orang. Tetapi aku tidak mau melakukannya karena sebuah keharusan, aku ingin karena aku ingin.

Memiliki sebuah keluarga yang bahagia, menjadi isteri dan ibu yang baik. Semua itu adalah sebuah kerinduan... Mungkin ini menjelaskan kenapa aku bisa begitu nyaman mengajar di BIA. Mimpi... Saat menulis ini, aku sedang menatap foto sebuah jembatan di Annecy, salah satu tempat yang ingin ku jejakkan kakiku di sana.

Otakku merunut mimpi-mimpiku satu per satu. Membuat list, menentukan target secara halus. Untuk yang satu ini, target yang muncul adalah 'suatu hari nanti'.

Friday 5 October 2012

#3. Ave Maria

"Lihat itu! Si haram lewat..."
"Ih ibunya pelacur, anaknya lalu apa?"
"Yah apa lagi? Nggak jauh dari dunia mengangkang dan goyang pinggul. Mungkin anaknya nanti naik kelas bukan di lokalisasi warung remang-remang kayak ibunya."
"Cih! Keluarga haram..."
"Psst! Jangan keras-keras! Nanti dia dengar terus lapor ke ibunya."

Tidak ada guna, aku sudah mendengarnya. Sejak tadi bahkan. Ibu-ibu itu tidak pandai bergosip. Atau memang esensi dari bergosip adalah membiarkan objeknya tahu bahwa ia sedang digosipkan? Kalau begitu kenapa tidak bicara langsung saja di hadapanku? Di depan mukaku kalau itu perlu, jangan di depan punggungku. Punggungku bukan voice mail...

Orang-orang yang suka membuang waktu itu, aku muak pada mereka! Aku mempercepat langkahku, tidak menoleh sedikitpun kala melintasi tempat mereka duduk dan berbagi berita murahan namun selalu garing dan renyah. Aku harus segera ke warung dan membeli gula seperampat. Ibu akan membuatkan cookies kesukaanku hari ini. Setoples penuh janjinya...

Ah, tapi kenapa telingaku rasanya gatal sekali? Telapak tanganku juga. Rasanya ingin menampar mulut orang-orang itu. Mereka tidak tahu orang seperti apa ibuku.

Aku muak! Rasanya aku harus muntah saat ini juga.

***

Bukan salahku kalau dilahirkan dengan anugerah kulit yang putih sementara rata-rata orang di kampungku, termasuk ibuku, berkulit sawo matang. Bukan aku yang meminta ketika tubuhku menginjak usia remaja dan mulai menampakkan lekuk-lekuknya, lebih dibanding teman-temanku yang lain. Dan bukan harapanku juga kalau aku dilahirkan tanpa ayah.

Lantas, apa semua itu menjadikan aku layak dipanggil calon penerus pelacur? Lantas, karena semua itu aku menjadi haram? Apa salahku hingga aku ini haram?

"Anak haram! Paling berakhir sama dengan ibunya. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."
"Hidupnya itu persoalan mengangkang dan menggoyang pinggul."

Rasa asam dan pahit memenuhi indera perasaku. Aku meludah berkali-kali, berusaha menghilangkan rasa tidak mengenakkan ini, tetapi hasilnya malah semakin asam dan pahit. Ah, sial! Seperti membalurkan garam ke atas luka yang masih basah.

Pelipisku terasa berdenyut-denyut. Apa ku masukkan saja gula ini ke mulutku? Siapa tahu rasanya jadi manis. Ah, bau anyir apa ini yang tiba-tiba menyergapku? Sial! Baunya tajam sekali. Mungkin ini bau dari dosa? Dosa siapa? Dosa anak haram?

Air mataku mulai menetes. Aku terduduk di sebuah ayunan di taman, tidak berani pulang dengan wajah belepotan air mata.

Di hadapanku, beberapa meter di depan sana, terhalang pagar belakang gereja yang tidak seberapa tinggi, Bunda Maria berdiri dengan anggun di guanya. Cantik, suci, bercahaya... Wajahnya tampak tenang, tanpa beban, padahal ia pun harus mengandung tanpa pernah menikah, tanpa pernah bersetubuh, di usia belia. Tapi saat itu, orang-orang di sekitarnya, siapa yang percaya? Beruntung ia kuat, beruntung pula ia punya Bapak Josef yang setia.

"Salam wahai Bunda penghapus duka, suci tidak berdosa. Aku tidak pernah minta dilahirkan haram. Bahkan aku tidak mengerti kenapa aku disebut haram. Tidakkah aku memang tidak punya pilihan lain selain dilahirkan di tempat di mana Dia menginginkan? Seperti Dia meletakkan PutraNya di rahimmu wahai Wanita penuh suka cita? Tolong, katakan padaku, bagian mana dari diriku yang haram?!"

Dan doa terbang, diombang-ambing angin nakal.

Wednesday 3 October 2012

Luminaria

Taruhan denganku,
aku akan merindukan binar di mata itu. Waktu kamu menceritakan rancangan masa depanmu, menjabarkannya satu per satu. Melalui obrolan-obrolan malamlah aku belajar mengenalimu. Mengenali apa yang kamu suka dan tidak, kemana kamu ingin pergi ataupun tidak. Kamu tahu? Detail informasi sekecil apapun menjadi sangat berharga bagiku. Bahkan aku hapal bahasa tubuhmu, mampu menerjemahkannya meski aku tidak pernah membiarkanmu tahu. Aku pikir tidak ada gunanya...

Kamu akan pergi. Apapun itu, kamu tetap akan pergi. Mungkin jauh, mungkin juga tidak sejauh itu. Tapi kita tidak akan bertemu sesering dulu lagi. Tidak bisa menemukan kesamaan sekerap yang sudah-sudah. Aku tahu kamu sudah salah berpikir tentang aku.

Bagaimana jika aku katakan kalau 'kamu' yang aku ceritakan dalam tulisan-tulisanku itu adalah kamu? Apakah kamu akan mempercayainya? Ah, kamu atau aku yang tidak punya kepercayaan diri sebenarnya? Atau memang semua ini tidak pernah ada?

Tuesday 2 October 2012

Komitmen Baru Kepada Diri Sendiri

Sejak mengajar di sekolah Minggu, aku jadi sering menengok kembali pribadiku dan hidup yang aku jalani. Aku sadar, sebenarnya bukan hanya mereka yang belajar dari kakak-kakaknya, tetapi aku sebagai salah satu kakak pendamping mereka juga belajar banyak hal dari mereka.

Kepolosan mereka membuat aku sadar bahwa sering kali aku terlalu banyak berpikir. Keceriaan mereka membuat aku sadar aku berekspektasi terlalu tinggi. Anak kecil tidak pernah menaruh curiga, anak kecil selalu mudah bahagia.

Minggu ini, aku berpikir dan akhirnya membuat beberapa komitmen untuk diriku sendiri. Aku ingin menjadi kakak pendamping yang lebih baik lagi untuk mereka.

1. Nggak lagi berkata kasar
Waktu kecil, aku nggak pernah ngomong kasar. Semakin ke sini, terbiasa dengan pergaulan dan mendengar ini-itu, prinsip ini sedikit luntur. Memang bukan sampai 'hewan-hewan' yang keluar, tetapi aku tetap saja merasa tidak pantas. Aku nggak mau mengajarkan mereka berkata manis, tetapi aku sendiri mengatakan hal-hal yang kurang pantas. Mengajari dengan keteladanan.

2. Belajar lebih sabar
Malu rasanya kalau setiap Minggu aku membimbing mereka untuk berbaris kala menerima berkat dari Pastor, tetapi aku sendiri tidak bisa mengerti arti kesabaran.

3. Bicara jujur, tidak bohong, tidak menutup-nutupi sekalipun itu demi kebaikan
Setiap kata-kata dari mereka yang sering kali mengejutkanku karena kepolosan mereka, membuatku berpikir, dunia memang lebih baik dijalankan dengan kepolosan dan kejujuran daripada intrik-intrik yang memuakkan, dan rasa segan untuk menghindari konflik.

Ah... Aku jadi rindu anak-anak. Ayolah, cepat hari Minggu! Haha... Kangen rasanya pada mereka. Hanya ketika bersama mereka aku bisa melupakan tugas kuliahku, tulisan-tulisan yang harus diselesaikan, gesekan-gesekan dengan teman, dan kebimbangan perasaanku sendiri.

Ini saatnya membenahi kembali hidupku! :)

Monday 1 October 2012

Oleh-Oleh Dari Penjelajah Perbedaan

"Untuk belajar menjadi orang baik dibutuhkan waktu minimal 3 tahun, tetapi untuk mengajari orang untuk berbuat tidak baik cukup dalam waktu 3 hari saja."

-Pepatah Tionghoa-

"Yang susah itu mengislamkan orang Islam sendiri."

-K.H. Ahmad Haedar-

"Kami menjalin kerukunan di sini. Kalau ada yang meninggal kami ikut sampai proses kremasi. Prinsip kami satu, kita ini tetangga."

-H. Ubaidillah-

"Keberagaman itu kekayaan. Meski kami Katolik, yang bukan Katolik juga saudara. Dalam Gaudium et spes, semua orang akan diselamatkan pada akhir zaman, siapapun itu, asalkan punya niat yang baik."

-Pastor Oscar , SS. CC-

"Jika kita mau hidup selaras dengan Tuhan, hiduplah selaras dengan alam. Di agama kami tidak ada konsep mengenai surga dan neraka. Semua orang yang sudah meninggal akan kembali ke pangkuan Thian. Urusan nanti di sana mau diapakan, ya itu urusan manusia tersebut bersama Thian nanti."

-Ko A Kiun-

"Kamu tahu kenapa sekarang banyak kerusuhan antar agama? Mereka yang rusuh itu belum menghayati agamanya. Semua agama sama, mengajarkan cinta kasih. Kamu tahu apa yang saya ucapin setiap pagi sebelum saya mulai beraktifitas? Saya bilang, bismillahirrahmanirrahim."

-Om Tommy-

Tadi adalah beberapa oleh-oleh quotation-quotation mengenai kerukunan dan keberagaman yang menurutku menarik, yang aku dapatkan kemarin selama kunjungan ke beberapa tempat ibadat bersama dengan para peserta Pelatihan Jurnalistik Lintas Agama yang diadakan Forum Lintas Agama Deklarasi Sancang.

Masih ada banyak lagi pelajaran berharga di antaranya kami belajar mengenal religiositas setiap agama masing-masingnya seperti apa, sejarahnya, bagaimana menjaga kerukunan, termasuk menemukan jawaban-jawaban kenapa perpecahan terjadi. Oh iya, kemarin juga aku berkesempatan mencicipi makanan-makanan khusus untuk para vegetarian. Dan rasanya ternyata, ENAK! Aku nggak ngerti bagaimana caranya tepung terigu diolah menjadi sate yang seenak sate ayam lazimnya.

Benar-benar sebuah cara yang menyenangkan untuk menutup bulan September, dan sebuah pengalaman yang luar biasa mahal. Besok, lusa, dan hari-hari ke depannya lagi, aku rasa aku bisa menatap perbedaan dengan lebih terang lagi.

O iya, satu lagi oleh-oleh dari kunjungan ke rumah ibadat kemarin. Oleh-oleh yang terakhir adalah...
Setoples permen yang dikemas lucu, buah tangan dari tante-tante di Vihara Darma Ramsi

Friday 28 September 2012

Bahagia

Kali ini aku ingin menulis soal kebahagiaan. Terinspirasi dari notes yang ditulis oleh Rio Rahadian mengenai kebahagiaan yang membuat aku merenung beberapa hari ini. Notesnya bisa dilihat di sini.

Salah satu kalimat yang paling aku suka di tulisan tersebut adalah:
Aku senang bahwa aku masih bisa senang."
Simple, dalam. Kalimat itu membuat aku berpikir, apakah aku bahagia? Kalau iya, kenapa? Terlalu banyak berpikir ya? Kalau diukur dengan standar kebahagiaan orang-orang Thailand seperti yang digambarkan dalam buku Geography of Bliss karya Eric Weiner, aku pasti sudah dikategorikan tidak bahagia karena aku terlalu banyak bepikir. Menurut mereka, kebahagiaan adalah tidak berpikir. Aku, kebanyakan berpikir. :D

Tapi kebahagiaan nyatanya memang relatif, tidak bisa dipukul rata standarnya. Buktinya, setelah beberapa hari ini aku merenungkan hidupku, aku bisa berkata dengan yakin, AKU BAHAGIA! Dan alasannya memang bukan karena punya nilai bagus, atau punya pacar baru. Bukan.

Nilai bagus dan pacar baru memang membuat bahagia. Tetapi kebahagiaan seperti itu bisa diibaratkan dengan balon yang berisi gas hidrogen. Melayang, menari riang. Tapi lama-kelamaan gasnya habis, kemudian balon tersebut lama-kelamaan akan turun, hingga kemudian tidak lagi bisa terbang.

Aku sadar, aku bahagia karena hal-hal yang lebih baik dari itu.

Aku bahagia bisa hidup sampai hari ini. Sehat, meski kurus. :D . Tapi aku bisa makan sepuasku tanpa perlu takut gemuk dan repot diet. Bukankah itu juga luar biasa?

Aku bahagia kelima inderaku masih berfungsi sempurna sehingga aku bisa menyaksikan berbagai hal, mendengar banyak, dan merasa banyak. Keindahan matahari pagi, sengat mentari siang, merasakan peluh mengaliri tubuhku, memandangi dan menangkap titik-titik hujan, aroma tanah basah, jingganya senja, sampai gelapnya malam.

Aku bahagia masih bisa mengobrol dengan teman-teman lama dan teman-teman yang baru. Aku bahagia karena tidak pernah berhenti merasakan Tuhan dalam setiap detik hidupku. Aku punya anak-anak yang lucu dan selalu berhasil membuatku tidak pernah berhenti merasa rindu di BIA. Aku bahagia punya seorang Mama yang luar biasa hebat.

Sejak SMP, aku termasuk tipe orang yang selalu mengejar hal-hal besar dalam hidupnya. Mimpiku besar, sebanding dengan usahaku dulu. Sekarang, mimpiku pun masih besar. Aku masih ingin menjadi seorang jurnalis, memotret banyak hal di dunia ini melalui tulisan, masih ingin keliling dunia, masih ingin punya keluarga kecil yang bahagia.

Tapi untuk sekarang, semua rutinitas ini cukup. Kamar kosan yang nyaman dengan jendela besar yang selalu membuatku merasa bebas, hujan yang setia, ribuan MP3 di laptop, film-film animasi yang siap menghibur, orang-orang yang menyenangkan dengan segala keunikannya di kosan, di kelas, dan di kampus. Penantian akan tanggal 22 Desember, anak-anak di BIA, pacar yang hebat, Mama yang luar biasa, semua itu sudah cukup membuat aku merasa bahagia sekarang ini. Mungkin itu yang menyebabkan akhir-akhir ini aku tidak terlalu mengejar banyak hal.

Tapi kalau dipikir-pikir, untuk sesaat, kita memang perlu melupakan hal-hal besar dalam hidup kita, dan menengok hal-hal kecil.

Jadi, untuk sekarang aku bisa berkata, "Aku bahagia...."

#2. Fly Away
















"Kapan kamu pulang Sayang?"

Suara itu terdengar merdu di telingaku. Terdengar pekat dengan kerinduan, dan aku tahu objeknya adalah aku. Manis sekali... Padahal belum 24 jam aku pergi tetapi kamu sudah berkata rindu. Kamu memang selalu seperti itu.

Namun justru hal-hal seperti itulah yang selalu berhasil membuatku bersyukur dengan keberadaan kamu dalam hidupku. Kekhawatiranmu yang berlebihan, kegigihanmu mengomeliku, mengomentariku ini dan itu, dan keyakinanmu yang tidak pernah habis akan aku.

Kamu satu-satunya orang yang tidak pernah berhenti percaya bahwa aku bisa bangun dari mimpi, dan membuatnya jadi kenyataan. Di matamulah aku tidak pernah berhenti tampak spesial.

"Pergilah... Jaga diri kamu." Itulah yang kamu katakan ketika melepaskan genggaman tanganmu beberapa jam yang lalu.

Kamu mengatakannya dengan tulus, tetapi aku tahu dari matamu kamu berjuang luar biasa untuk bisa mengatakan itu. Di sepasang mata yang setiap hari menatapku dengan penuh cinta itu, aku membaca ketegaran dan ketabahan. Sesuatu yang tidak selalu cukup dimiliki oleh yang lainnya.

Aku tahu kamu tidak mau aku pergi. Malam-malam sebelum hari keberangkatanku, kamu selalu memilih berbaring di sebelahku, menelusuri helai-helai rambutku dengan jemarimu. Berjuang keras supaya air matamu tidak membangunkan aku yang kau kira sudah tertidur. Padahal sebenarnya aku merasakan air matamu jatuh ke tengkukku, karena itulah aku tahu, sebenarnya kamu tidak pernah mau aku pergi. 

Kamu tahu sekali aku pergi, selanjutnya hanya tubuhku yang kembali, jiwaku mengembara ke tempat lain. Jauh, jauh dari jangkauanmu. Mungkin beberapa tahun ke depan aku akan berada di tempat yang lebih jauh dari sekarang. Kamu tahu kan rencanaku? Menjelajahi Eropa dan mempelajari seluruh budaya dan sejarahnya, disengat panas Afrika, dan berpindah dari satu pelosok negara di Asia ke pelosok lainnya. Tidak tahu kapan jiwaku akan kembali... Tapi kamu terlalu mencintaiku untuk berkata, "Jangan pergi...".

Di sini sudah hujan. Tapi sepertinya di sana hujan sedikit terlambat. Ternyata kita sudah melihat langit yang berbeda sekarang. Apakah semakin lama perasaan kita juga akan jadi berbeda?

"Ngelamun ya?"

Aku tersadar dari lamunanku. "Enggak... Lucu aja nanyanya. Belum juga sehari aku pergi."

"Iya ya? Abis rasanya kayak udah lama banget. Ya udah, jaga diri kamu ya di sana..."

Aku tertawa mendengar kata-katamu. "Iya, Mama... Aku bakal jaga diri kok. Makasih ya..."


Corrine May - Fly Away 

"When will you be home?" she asks
as we watch the planes take off
We both know we have no clear answer to where my dreams may lead
She's watched me as i crawled and stumbled
As a child, she was my world
And now to let me go, I know she bleeds
and yet she says to me

You can fly so high
Keep your gaze upon the sky
I'll be prayin every step along the way
Even though it breaks my heart to know we'll be so far apart
I love you too much to make you stay
Baby fly away

Autumn leaves fell into spring time and
SIlver-painted hair
Daddy called one evening saying
"We need you. Please come back"
When I saw her laying in her bed
Fragile as a child
Pale just like an angel taking flight
I held her as I cried

You can fly so high
Keep your gaze upon the sky
I'll be prayin every step along the way
Even though it breaks my heart to know we'll be so far apart
I love you too much to make you stay
Baby fly away
ohh...
I love you too much to make you stay
Baby fly away

Wednesday 26 September 2012

#1. Reality














Membuat secangkir kopi untukmu selalu menjadi sebuah moment sakral bagiku. Secangkir kopi dengan dua sendok gula dan satu sendok krim, diaduk delapan belas kali searah dengan jarum jam. Jumlah adukan tidak boleh kurang, tidak boleh lebih, karena kamu akan tahu. Kamu akan bisa merasakannya, rasa kopimu berubah. Lalu kamu tidak akan meminumnya lebih dari seteguk. Aku sudah hapal. Dua tahun mencintaimu, mengamatimu, di dekatmu, aku sudah hapal.

“Diminum dulu kopinya..,”ujarku mesra sambil meletakkan cangkir kopi di atas meja, tidak jauh dari laptopmu. “Supaya kamu bisa cepat tidur.”

Kamu punya kelainan terhadap pengaruh kafein. Kebanyakan orang akan terjaga setelah meminum kopi, tetapi bagimu kopi malah seperti obat tidur. Membuatmu tidur lebih lelap dari biasanya, sangat membantu di malam-malam insomniamu.

Aku mengempaskan tubuhku ke sampingmu, meletakkan kepalaku di bahumu, membiarkan puncak kepalaku lebih dekat dengan penciumanmu. Supaya kamu tahu hari ini aku baru saja mencuci rambut. Kamu selalu suka aroma shampooku bukan? Ayo, hirup...

Kamu masih asyik menekuni layar laptopmu yang menampilkan tampilan Microsoft Word. Jemari panjangmu lincah menari di atas keyboard, merangkai huruf menjadi kata, membentuk kalimat, menghasilkan paragraf demi paragraf. “Kamu nulis apa?”

Kamu meminimize tampilan Word di laptopmu. Kini layar itu menampilkan foto kita berdua yang sedang menikmati es krim. Indah sekali kelihatannya. Kapan terakhir kali kita menikmati es krim bersama?

“Nulis cerita,”jawabmu sambil menyenderkan punggung ke sofa, dan merangkulku lebih erat.
“Cerita apa lagi? Tentang aku ya? Tentang kita?”tanyaku antusias.
“Hm... Ada tidak ya tentang kamu...?”godamu sambil memasang ekspresi ragu.
“Iiiih... Dasar jail!”seruku sembari mencubit perutmu. Kamu tertawa, puas karena berhasil menggodaku. "Menyenangkan sekali bisa seperti ini. Kalaupun ini mimpi, aku harap aku tidak terbangun."

Kamu tergelak sebentar, kemudian menghela pelukanku. Kedua telapak tanganmu yang besar itu kau tempelkan di kedua pipiku dan kau menatap mataku dalam-dalam. Kedua bola mata kelabu itu, begitu misterius, sama seperti pemiliknya. Terlalu misterius.

Kedua sudut bibirmu yang tipis itu terangkat sedikit, membentuk sebuah senyuman tipis. Kepalamu menggeleng lemah, "Tidak bisa. Kamu harus bangun, sekarang."

Aku terkesiap, dan di sinilah aku. Berdiri di dapur, menghadapi secangkir kopi dengan dua sendok gula, satu sendok krim, dan sudah diaduk delapan belas kali searah jarum jam. Siap diantarkan pada kamu yang sedang sibuk menekuni laptop.

Bedanya, setelah aku meletakkan cangkir kopi di atas meja nanti, tidak akan ada adegan menyandarkan kepala di bahumu, apalagi memelukmu mesra. Tidak, terlalu berlebihan untuk dilakukan oleh seorang sahabat.

"Diminum dulu kopinya...,"ujarku sambil meletakkan cangkir kopi di atas meja, tidak jauh dari laptopmu.

Televisi yang sejak tadi menyala sedang menayangkan Animal Planet. Membosankan. Aku menghempaskan tubuhku ke sofa dan mengambil salah satu majalah dari tumpukan yang ada di atas meja. Membukanya, membolak-balik halamannya, menggunakannya sebagai kamuflase agar kamu tidak tahu kalau aku sedang memperhatikanmu seperti biasanya.

Seperti biasanya, sekalipun dari jarak sedekat ini, aku cuma bisa mengagumimu dalam diam. Memimpikan bisa memelukmu dari jarak 0 cm, merasakan jemarimu menelusuri helai rambutku.

Kamu masih saja asyik dengan laptopmu. Suara ketikan terdengar merdu, rangkaian huruf di layar laptopmu semakin panjang. Cerita apa yang sedang kamu buat? Pernahkah itu tentang aku?

Kamu itu mimpiku. Mimpi yang semakin lama aku kubur, aku tinggalkan, karena aku anggap tidak mungkin jadi kenyataan. Dua tahun ini, aku diam dalam zona nyaman sebagai teman. Aku tahu lama-kelamaan aku akan mencapai titik bosan, dan kebosanan itu sudah dimulai sekarang.

Tidak, tidak bisa terus seperti ini. Aku mau salah satu cerita yang kamu tulis itu untuk aku. Aku mau salah satu cerita itu tentang kita. Aku mau sebentar saja fokusmu itu menjadi milikku, merasakan belai jarimu di rambutku. Tidak, tidak bisa terus seperti ini. Tidak bisa terus menunggu dan diam. Aku harus memulai langkah mewujudkan. Kamu akan menulis cerita mengenai kita berdua, tetapi aku yang harus memulainya. Dan awal itu ditandai dengan kalimat,

"Aku bosan bermimpi. Aku bosan menjadi temanmu..."

Reality
Music and Lyrics by Adhitia Sofyan
I have been trying lately to close my eyes
Those little lambs complaining they’re getting tired
Try as I may and I would fell off my bed
Don’t tell me no bedtime stories,
They just won’t do this time
I know just what the cure is it’s gonna work
I need to get you by my side
There’s no other way

But every time I try to catch you I stumble and I fall
How do I begin to finish this never ending fairy tale
I need to get back to reality
Every time you do that thing the thing you always do
I ended up in misery while starring at your photograph
I’m loosing my grip to reality

I woke up turn on the TV for a thousand times
Reruns I’ve seen to many on the animal show
The tiger runs after the dear and he finally catches on

I see the end of the rainbow not far away
This time I’m gonna let it slide


#30Kisah,30Lagu



Sejak dulu, selalu suka menulis. Menulis apa saja... Puisi, cerpen, naskah drama. Kebanyakan bicara mengenai cinta, atau kritik sosial. Beberapa bicara soal keeksistensian. Di balik pembuatan karya-karyaku, ada banyak lagu yang menginspirasinya. Musik, salah satu inspirasiku. Terima kasih Tuhan telah menciptakan orang-orang dengan bakat musik luar biasa di dunia ini.

Untuk alasan itulah, aku yang akhir-akhir ini sedang merasa sedikit bosan, berniat menantang diriku dan membuat sebuah proyek 'Menulis 30 Kisah Dengan 30 Lagu'. Tiga puluh lagu ini akan diambil secara acak dari daftar lagu di laptop, handphone, atau MP3 playerku. Aku harap bisa satu kisah untuk satu hari. Semoga saja. Kenapa harus 30 hari? Tidak ada alasan khusus, supaya pas satu bulan saja.

So guys, just wait and see for my stories... :)

Tuesday 25 September 2012

Antre Yuk!

Mengantre. Kalau dipikirkan, rasanya mudah. Kita sudah diajarkan untuk mengantre sejak kecil. Sejak aku masuk playgroup, TK, SD, SMP, sampai SMA, sebelum masuk ke kelas harus berbaris terlebih dahulu. Mengantre untuk masuk ke kelas satu per satu. Waktu TK, setiap minggu ada hari minum susu. Saat itu kami juga diajarkan untuk mengantre, membawa gelas susu kami masing-masing, dan tidak berebut. Aku rasa semua orang juga mempelajari hal yang sama mengenai budaya antre ini. Tapi, kenapa faktanya pada prakteknya mengantre itu jarang dilakukan ya?

Sering kita temui orang yang tidak mau susah-susah mengantre dan memilih jalan pintas. Mulai dari cara halus dengan mengandalkan koneksi, sampai cara primitif dengan menyerobot antrean. Cibiran dan keluhan dari orang-orang lain yang sebelumnya sudah mengantre biasanya tidak dihiraukan. Kebanyakan orang tidak mau sabar.

Padahal, antrean juga merupakan salah satu wajah dari suatu bangsa. Untuk bangsa dengan pikiran maju dan masyarakat yang beradab, budaya antre seharusnya sudah tidak asing dan tidak sulit lagi diterapkan. Budaya tersebut seharusnya sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sama halnya dengan bersalaman menggunakan tangan kanan misalnya. Sebaliknya, ketika antrean itu kacau, penuh aksi saling serobot, dan atmosfer ketidak sabaran, silakan simpulkan sendiri karakter bangsa tersebut seperti apa.

Sayang sekali. Padahal, dengan mengantre itu artinya:
1. Kita belajar sabar
Sabar menunggu giliran, sabar untuk mendapatkan pelayanan.

2. Kita belajar pula menghormati orang lain. 
Kita belajar menghormati mereka yang mengantre bersama kita dengan tetap menjaga kenyamanan bersama, dan tidak mementingkan diri sendiri.

3. Kita belajar rendah hati
Aku jadi ingat kotbah Pastor hari Minggu kemarin. Pastor Budi mengatakan bahwa dengan mau tertib mengantre, itu artinya kita juga menunjukkan sikap yang rendah hati. Kenapa rendah hati? Karena kita tidak merasa diri kita yang paling penting dan paling punya banyak urusan ketimbang orang lain.

Sekarang, aku akui mengantre itu jadi dilematis. Mau tertib, tapi rasanya gondok kalau melihat mereka yang menyerobot atau menggunakan jalan belakang. Mau tidak tertib, masih merasa diri sebagai manusia yang punya akal dan rasa. Ditambah lagi malu rasanya pada diri sendiri kalau tidak mengantre dengan tertib, sementara setiap hari Minggu aku mengajari anak-anak di sekolah Minggu untuk mengantre ketika meminta berkat dari Pastor. Kalau yang satu ini, sebut saja pertanggung jawaban moral.

Tapi jujur, jauh dalam hati aku berandai-andai bagaimana kalau urusan antre-mengantre ini bisa berjalan dengan baik? Pasti kehidupan akan terasa lebih nyaman, dan kita bisa melepaskan napas dengan satu tingkat lebih lega. Kira-kira, apakah khayalan ini terlalu muluk ya?

Saturday 22 September 2012

I've Found My Patron Saint

Memilih seorang santo pelindung itu ternyata betul-betul tidak mudah kalau dilakukan dengan serius. Sejak tiga atau empat bulan yang lalu, wali baptisku sudah meminta aku dan anggota katekumen lainnya untuk segera mencari santo atau santa pelindung yang namanya akan digunakan sebagai nama baptis. Dan akhirnya setelah membaca sana-sini dan sempat galau beberapa kali, baru hari inilah aku benar-benar 90% yakin dengan nama baptis yang aku pilih.

Sebenarnya mudah saja kalau aku hanya asal ambil, atau mungkin asal mencari yang namanya keren. Tapi, bagiku filosofi sebuah nama lebih daripada sekadar urusan kekerenan, atau asal comot. Sebuah nama pasti membawa sebuah doa. Begitu pula nama baptis. Itulah yang aku pikirkan. Itulah kenapa aku tidak mau asal pilih. Harus cocok, harus ingin aku teladani. Selama ini aku menyikapinya seperti mencari jodoh. Aku yakin, Dia yang Maha Baik itu akan menuntunku ke santo pelindung yang memang Dia pilihkan untukku. 

Dan akhirnya, aku menemukannya. Santo Gabriel Possenti, atau yang juga dikenal dengan sebutan Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita (St. Gabriel of Our Lady Sorrows).

Yang membuatku memilih Santo Gabriel adalah pada masa remajanya, dia bukan termasuk orang yang taat dan menyerahkan seluruh dirinya pada Tuhan, tidak seperti kebanyakan santo-santa lainnya. Dia justru merupakan seseorang yang terikat pada hal-hal duniawi dan gemar berpesta. Dua kali dia berjanji untuk mengubah hidupnya dan menyerahkan hidupnya untuk Tuhan, dua kali pula ia melupakan janjinya. Hingga suatu hari, dia mendengar Bunda Maria berkata bahwa takdirnya bukan untuk hal-hal duniawi. Ia hidup untuk jalan Tuhan. Sejak saat itulah dia baru betul-betul sadar dan akhirnya memutuskan untuk hidup membiara dan memperbaiki hidupnya di biara.

Aku sadar aku masih sering terlalu terikat dengan hal-hal duniawi. Boros, suka hura-hura, malas. Betul-betul kebiasaan buruk. Aku juga sadar berulang kali Tuhan memanggilku untuk melaksanakan takdir yang Dia tentukan untukku, tetapi beberapa kali pula aku memilih mangkir. Hm... Seperti Nabi Yunus yang sempat kabur ketika mendapat perintah dari Tuhan. Aku harap dengan memilih St. Gabriel Possenti sebagai santo pelindungku, aku bisa merasa lebih bertanggung jawab kepada panggilanku, dan lebih meneladaninya.

Selain itu yang menarik St, Gabriel Possenti ini sangat menyukai Sastra, terutama Sastra Latin. Devosinya pada rosario dan Bunda Maria yang Berduka pun sangat kuat. Dia dikenal sebagai santo pelindung kaum muda dan para seminari.

Lagipula nama Gabriel juga merupakan nama salah satu dari ketujuh malaikat utama Tuhan. Malaikat Gabriel adalah malaikat pembawa kabar penting dalam Bible. Dia yang menerangkan pada Nabi Daniel tentang penglihatannya, dia juga yang membawa kabar kehamilan pada Bunda Maria. Gabriel juga berarti 'Tuhan adalah kekuatanku'. Indah bukan? Selain itu, malaikat Gabriel dikenal sebagai pelindung mereka yang bekerja di bidang komunikasi, penyiaran, dan pengiriman pesan. Dalam agama Islam kalau tidak salah, malaikat Gabriel ini sama dengan malaikat Jibril yang mendiktekan Al-Quran pada Nabi Muhammad.

Untuk semua alasan itulah, akhirnya aku mantap mengambil nama Gabriel dan memilih St. Gabriel Possenti sebagai santo pelindungku. Aaaaaaah! Rasanya tidak sabar menunggu tanggal 22 Desember. Semoga Tuhan melancarkan semuanya. Amin.

Thursday 20 September 2012

Mereka Gembala, Tapi Mereka Juga Manusia

Aku termasuk orang yang perfeksionis. Ditambah dengan ekspektasi yang sering kali tinggi, sering kali banyak hal jadi berujung pada kekecewaan. Misalnya, soal berhadapan dengan pastor-pastor di gereja.

Beberapa waktu lalu, aku suka sekali mengeluh ketika harus bertemu atau kebetulan mengikuti misa yang dipimpin oleh pastor yang aku nilai membosankan atau menyebalkan. Terkadang sampai berdoa, "Tuhan... Tolong, jangan kasih aku pastur ini....". Bandel memang, harusnya nggak boleh seperti itu.

Tapi akhir-akhir ini aku bertobat. Terima kasih Tuhan, akhirnya aku memutuskan untuk belajar lebih ikhlas, dan lebih menerima orang-orang apa adanya dengan kelebihan, kekurangan, dan keunikan masing-masing. Pastor sekalipun adalah gembala bagi umatnya, salah satunya juga bagiku, tetapi mereka juga manusia biasa. Yang bisa salah, yang punya kekurangan, yang tidak boleh dinilai terlalu tinggi. Tidak adil rasanya ketika menghendaki mereka selalu tampil sempurna.

Aku belajar menerima bahwa mereka adalah manusia biasa dengan pribadi unik masing-masing. Ada yang memang jail, ada yang menyenangkan untuk diajak ngobrol, ada yang berpikiran terbuka, ada yang bahkan sangat ketat memegang dogma-dogma, ada yang humoris, ada yang kaku dan membosankan, ada yang sangat terburu-buru. Semua itu menjadikan mereka unik, sama seperti aku dan yang lain, manusia lainnya.

Tuhan, maaf... Anak-Mu ini beberapa waktu lalu terlalu banyak mengeluh dan menuntut pada pastor-pastornya. Kasihan sekali beberapa dari mereka... Maafkan aku karena sempat merasa sebal pada beberapa pelayan-Mu itu yang sebelumnya menurutku menyebalkan. Tapi sekarang aku janji, untuk bersikap lebih toleran dan tidak lagi membedakan. Mereka gembala, tetapi mereka juga manusia. Aku janji nggak pilih-pilih lagi.

Wednesday 19 September 2012

Malam Ini Aku Nakal Sekali

sebuah percakapan
pertukaran tulisan
berjam-jam penuh suara ketikan
akan berakhir kemana semua ini?

kita bicara seolah tidak ada apa-apa
bertukar kata seperti biasa
lama-lama semakin mesra
kamu buat aku insomnia

aku pikir malam ini
aku berpijak pada dua titian
satu pada kamu, satu pada dia
kamu yang usang, dia yang setia

mendung pergi tak jadi hujan menyiram bumi
mungkin ia malas melihat aku bermain hati
atau ia mengadu, membuat laporan
kalau malam ini aku nakal sekali

Tuesday 18 September 2012

Curahan Soal Ironi yang Terjadi



Tuhan adalah masalah iman, dan agama adalah sarana. Sarana mencari jawaban, sarana menemukan kedamaian. Seperti yang harus dilakukan secara umumnya pada budaya, agama tidak selayaknya sekadar diwariskan, namun diputuskan, dipelajari, dihayati. Istilahku, menjadi daging.

Banyak orang mempertanyakan bahkan menghakimi mereka yang atheis, yang gamang menentukan, bahkan mereka yang pada akhirnya membuat keputusan. Kafir, murtad, penghuni neraka, berbagai cacian lain. Sampai di sini aku bertanya-tanya apakah mencaci dibenarkan oleh Tuhan, oleh agama? Apa hak seorang manusia menghakimi manusia lainnya sebagai penghuni neraka sementara kita punya keterbatasan indera dan batas pemikiran? Apa keistimewaan yang dimiliki manusia hingga ia boleh menyiksa sesamanya atas nama agama?

Sedih. Sedih ketika menyaksikan agama dijadikan sarana propaganda. Sedih jika agama dijadikan senjata, dijadikan alat provokasi, dijadikan barang dagangan, dijadikan alasan untuk melegitimasi seluruh tindakan. Ketika agama yang seharusnya mengikat dan mempersatukan justru menjadi penyebab perdebatan, perseteruan, perpecahan, tidakkah Tuhan yang katanya mereka sembah itu sedih melihat umat-Nya saling membunuh?

Terkadang kamu dan aku ini terlalu sombong. Terlalu merasa yang paling mengenal dan mengerti maunya Tuhan. Terlalu menuhankan agama hingga akhirnya justru lupa pada Tuhan sendiri. Kalau ada seseorang yang memilih untuk menjadi atheis, lalu kenapa harus ikut memusingkannya? Biarkan dia pada pilihannya, dan bertanggung jawab sendiri pada pilihannya itu. Ketika dia bertanya dan ingin mengetahui soal agama yang kita anut, dan dia masih saja tidak menerima dan melontarkan argumen-argumennya, maka biarkanlah dan kenapa harus menjadi emosi? Tiba-tiba saja aku berpikir mungkin mereka yang emosi ketika bertanya-jawab dengan orang yang atheis itu mungkin saja marah karena merasa sedikit gamang dengan agama mereka. Mungkin karena pertanyaan-pertanyaan itu pada akhirnya berhasil membuat mereka sebentar saja berpikir, "Benarkah Tuhan itu ada?"

Begitu pula terhadap mereka yang pada suatu ketika memutuskan untuk pindah agama. Murtad, pengkhianat, dan kembali lagi, calon penghuni neraka. Semua sebutan dan makian. Padahal mana yang lebih penting di antara agama dengan kualitas keimanan? Tuhan itu satu, caranya yang berbeda. Kalau seseorang merasa tidak cocok mendekati dan mengenal Tuhan dengan sebuah cara, dan merasa lebih mampu menghayati Dia dengan cara yang lain, kenapa harus dijadikan persoalan ketika hal tersebut tidak mengganggu kita? Apakah lebih baik memaksa tubuh seseorang tinggal sementara hatinya berada di tempat lain?

Ada banyak kenyataan ironis yang terjadi atas nama agama. Banyak kesempatan ditutup, banyak tembok dibangun, banyak darah tumpah, air mata mengalir, kisah yang harus berakhir, pengorbanan yang sia-sia. Mungkin ini saatnya kita bertanya kenapa agama bisa menjadi seperti sekarang?

Tulisan ini hanya curahan yang netral. Tidak ada maksud menyudutkan, dan bukan sebuah pembelaan diri. Hanya saja aku ingin ketika aku menulis sesuatu yang berkaitan dengan agama, orang berhenti bertanya, "Agama kamu apa?"


Monday 17 September 2012

Mari Menjadi Anak-Anak!

Semakin bertambah umur, gengsi manusia itu semakin bertambah. Kita yang sudah semakin dewasa sering kali membatasi diri kita tidak boleh melakukan ini, tidak boleh melakukan itu, karena takut dianggap terlalu kekanak-kanakkan. Kita sering berusaha keras melepaskan jiwa kanak-kanak dalam diri kita. Padahal, jiwa kanak-kanak adalah jiwa yang paling murni.

Menurut versiku, menjadi dewasa itu boleh, tetapi bukan berarti kita tidak lagi boleh...
1. Merasa senang karena hal-hal kecil. Anak-anak kecil adalah makhluk yang paling mudah disenangkan.

2. Makan es krim di pinggir jalan dengan muka bahagia.

3. Mengaku ke semua orang kalau kita memang menyukai film-film kartun.

4. Ramah dan berteman dekat dengan banyak orang. Sesekali letakkan semua prasangka buruk, anak kecil jarang menaruh curiga pada orang lain.

5. Hujan-hujanan! XD


Ku pikir terkadang semakin dewasa seseorang semakin banyak batas yang ia bangun untuk dirinya. Kita mengonsep diri kita tidak boleh seperti ini, tidak boleh seperti itu, yang itu terlalu kekanakkan dan akan memalukan, dan sebagainya, dan sebagainya. Kenapa harus?

Menjadi dewasa bukan berarti meninggalkan semua sisi kanak-kanak kita. Menjadi manusia dewasa bukan berarti tidak boleh bersenang-senang dan merasa lepas. Sesekali kita butuh membiarkan jiwa kanak-kanak kita mengambil alih diri kita selama hal itu positif. Jadi, mari bersenang-senang! ^^

Saturday 15 September 2012

Kisah yang Jatuh

Sebuah kisah luruh
Menjelma mengambil bentuk
Merasuk ke dalam tetesan hujan
Menyatu
Ia jatuh! Masa lalu penuh keluh
Kenapa tidak mampu memilikimu seluruh?

Hujan luka jatuh
Melukai tanah yang menerimanya dengan patuh
Kapan tanah pernah mengeluh?
Kala dicumbui hujan hingga penuh peluh

Kisah jatuh mengalir jauh
Ke sungai, ke laut, ke ujung matamu
Mentari esok hari menguapkan
Menjadikannya awan mendung yang siap jatuh
Siap melukai
Tidak, biarkan saja dia di sana

Ternyata Aku Tidak Semandiri Itu

Sejak SMA, orang bilang aku ini perempuan yang mandiri. Kelewat mandiri malah, menurut mereka. Aku lebih sering mengerjakan semuanya sendiri, hampir tidak pernah meminta bantuan orang lain termasuk teman laki-laki. Hampir tidak pernah menunjukkan rasa takut sehingga tidak terlihat perlu dijaga.

Untuk beberapa waktu, aku berpikir penilaian mereka betul. Aku memang tidak butuh dijaga, dibantu, dikhawatirkan. Dalam kondisi apapun, aku mampu tangguh, dan menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi sekarang, aku pikir aku tidak terlalu seperti itu. 

Semandiri apapun seorang perempuan, ia tetap ingin diperhatikan dan merasa spesial. Secara psikologis, kami memang selalu ingin jadi yang spesial, yang nomor satu minimal di hati seseorang. A woman's heart is a deep ocean of secrets (Titanic-1997). Semandiri dan semodern apapun, perempuan tetaplah perempuan. Aku pikir rasanya menyenangkan menjadi spesial untuk seseorang yang juga spesial, dan mendapatkan perhatian sesimple apapun itu.

Saat menulis ini, aku sedang kurang enak badan. Masuk angin sepertinya. Dan aku sedang menunggu kiriman bubur dan obat dari seseorang yang spesial. Mudah sebenarnya untuk membeli bubur sendiri. Tinggal keluar dan berjalan beberapa langkah. Tapi aku merasa sesekali menyenangkan juga membiarkan seseorang melakukannya untukku. Dan aku berpikir, jadi seperti ini rasanya bergantung pada seseorang. Nyaman dan hangat. Rasanya hatiku dipenuhi pendar-pendar cahaya yang siap meledak-ledak. :)

Hope for A Miracle

Percaya keajaiban? Waktu kecil, aku sangat mempercayainya. Beranjak dewasa, kepercayaan itu sedikit luntur karena orang-orang di sekelilingku terus-menerus memaksaku untuk realistis. Mereka bilang, "Cobalah kamu lebih menjejakkan kamu di bumi. Jangan terbang terus..." Alhasil, suatu ketika aku terbangun dan kehilangan keajaiban mimpi.

Tapi sekarang ini. aku mau percaya lagi. Aku mau terbang lagi, aku mau berjuang lagi. Aku mau percaya kalau mimpi bisa jadi nyata dan tidak ada yang mustahil. Aku mau terus mengakrabi Tuhan yang baik, dan belajar membaca tanda-tanda.

Saat ini, aku sangat ingin berkata pada Tuhan, "Tuhan, aku tahu aku sudah sering meminta. Tapi kali ini izinkan aku benar-benar meminta kesempatan yang satu ini karena aku sangat membutuhkannya. Kamu tahu, berkali-kali Kamu membuatku jatuh, tapi aku masih saja tidak berhenti percaya. Dan sekarang, seperti yang sudah-sudah, aku tetap ingin percaya kalau Kamu akan menjadikan ini nyata. Kali ini aku ingin berhenti diuji..."

Wednesday 12 September 2012

Dia Tidak Akan Berkata, "Tinggallah Di Sini"

Seperti apa sosok seorang Ibu, Mama, Bunda, Umi, atau apapun kalian menyebutnya, bagi kalian? Aku masih ingat, ketika masih kecil dan aku mendapatkan pertanyaan semacam itu, jawabanku (yang aku yakin banyak juga dijawab oleh anak kecil lainnya), "Mama adalah orang yang melahirkan aku setelah 9 bulan mengandung aku di perutnya. Dia orang yang sangat baik dan cantik." Ya... kurang-lebih seperti itulah aku menjawab pertanyaan tersebut ketika kecil.

Sekarang, kalau aku ditanya siapa itu Mama bagiku, aku akan menjawab,

Mama adalah wanita hebat dengan kesabaran dan pengertian luar biasa yang rela menyembunyikan perasaannya sendiri dan menentang egonya demi memahami dan membiarkan anaknya berkembang sesuai jalan yang dipilihnya."

Ibu mana yang ikhlas begitu saja membiarkan anak satu-satunya mengambil jalan hidup yang masih dinilai kurang menjamin bagi sebagian besar orang? Tidak banyak, mamaku salah satunya. Ibu mana yang masih bisa tersenyum meski aku tahu senyum itu hanya digunakan untuk menyembunyikan kekhawatirannya ketika anak perempuannya bercerita bahwa dia ingin jadi jurnalis perang, atau jurnalis jalan-jalan tetapi ke pelosok-pelosok dunia yang terpencil dengan budaya luar biasa dan medan yang keras? Mamaku, dia orangnya. Dia tidak pernah melarang dan berkata, "Kamu ini perempuan. Lulus kuliah, cari suami mapan, menikah, punya anak, urus rumah, dan hidup bahagia sana!" Tidak. Dia tidak akan berkata seperti itu.

Jangankan meminta aku tinggal, dia malah berkata, "Yang penting kamu harus inget buat jaga diri kamu. Kamu harus raih kebahagiaan kamu." Dan dia mengatakannya masih dengan senyumnya itu.

Seumur hidup, dia tidak pernah berpisah lebih dari satu minggu dari anak satu-satunya ini sampai anaknya ini harus kuliah. Tapi, dia selalu berusaha menekan suara hatinya yang menolakku pergi jauh setiap kali aku bercerita bahwa aku ingin menjejakkan kakiku di Annecy, mempelajari gesture tangan orang-orang Itali, memotret Basilika St. Petrus, berkelana ke pedalaman Maluku dan Kalimantan, menyaksikan sendiri keindahan alam dan tradisi Papua, berada di tanah tertinggi di Pulau Jawa, puncak Mahameru, mengobrol dengan orang-orang asli di Pulau Paskah, mengobrol dengan penduduk sipil yang menjadi korban di daerah pemberontakan, mereka yang gamang berada di perbatasan, dan meresapi langsung filosofi masa depan suku Tuva.

Melepasku, anak satu-satunya ini, aku tahu tidak pernah menjadi sesuatu yang mudah untuk mama. Kalau ditanya lagu apa yang tepat untuk menggambarkan moment-moment seperti ini, mungkin aku akan memilih Corrinne May - Fly Away. Ini liriknya:

"When will you be home?" she asks
as we watch the planes take off
We both know we have no clear answer to where my dreams may lead
She's watched me as i crawled and stumbled
As a child, she was my world
And now to let me go, I know she bleeds
and yet she says to me

You can fly so high
Keep your gaze upon the sky
I'll be prayin every step along the way
Even though it breaks my heart to know we'll be so far apart
I love you too much to make you stay
Baby fly away

Autumn leaves fell into spring time and
SIlver-painted hair
Daddy called one evening saying
"We need you. Please come back"
When I saw her laying in her bed
Fragile as a child
Pale just like an angel taking flight
I held her as I cried

You can fly so high
Keep your gaze upon the sky
I'll be prayin every step along the way
Even though it breaks my heart to know we'll be so far apart
I love you too much to make you stay
Baby fly away
ohh...
I love you too much to make you stay
Baby fly away


Memandangi fotonya saat ini, aku sadar aku harus mengucapkan banyak sekali terima kash pada wanita itu. Wanita terhebat dalam hidupku, mamaku. Dalam kehidupan sosial kita, bisa ada yang namanya mantan teman, mantan sahabat, mantan pacar, mantan rekan kerja, tapi tidak pernah ada mantan mama. 

Hm, mungkin aku bisa dikategorikan manja ya? Entahlah... Tapi aku sendiri lebih suka menyebut diriku anak beruntung yang sejak kecil terbiasa berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan hangat. Karena itu, sekalipun aku bisa dikategorikan cenderung individualis, tetapi khusus untuk orang tua, Papa dan Mama, sedikit bagian dalam hatiku masih selalu merasa sangat terikat dengan mereka. 

Tuesday 11 September 2012

Penutup Malam

malam ini, biar ditutup dengan kata
mengantar bulan mengantuk
dalam tugas malamnya
kamu lihat bulan menguap tadi?
kalau tidak,
mungkin kita tidak melihat bulan pada sisi yang sama
kalau nanti ada angin mengetuk,
hampiri pelan-pelan dan buka jendela
sapa ia dengan senyum yang sopan
dan condongkanlah sebelah telinga
biarkan angin malam yang aku janji tidak akan nakal itu,
membisikkan pesan selamat tidur padamu
"selamat malam. tidur yang nyenyak Sayang..."
...
ah! jangan lupa selipkan satu senyuman sebelum terpejam

Just A Little From PON XVIII 2012

Ini, video resmi mengenai PON XVIII 2012 yang diadakan di Riau. Di video ini, rasanya semua tampak sudah dipersiapkan dengan matang dan terencana.




Ini linknya: http://www.youtube.com/watch?v=AeuB0fHr8-Y

Saat ini menulis ini, televisi di sampingku sedang menayangkan pembukaan PON XVIII 2012 tersebut. Melihat kemegahan acara pembukaan, aku justru malah bertanya-tanya, benarkah mereka sudah siap menyelenggarakan Pesta Olahraga Nasional, sebuah event yang seharusnya menjadi salah satu event penting bagi rakyat Indonesia.

Seperti yang sering diberitakan akhir-akhir ini, banyak keluhan terjadi mengenai pelaksanaan PON tahun ini. Misalnya:

1. Berita mengenai atlet perwakilan Kalimanta Selatan  yang tidak bisa mandi selama dua hari akibat buruknya fasilitas. Berita lengkapnya, lihat di sini.

2.Akomodasi dan fasilitas yang minim bagi para atlet. Penginapan kurang, sumber air sulit, transportasi pun tidak disediakan. Berita lengkap, lihat di sini.

3. Kanopi stadion tenis tempat yang seharusnya digunakan untuk bertanding, ambruk. Berita lengkap, lihat di sini.

4. Wisma untuk atlet belum rampung. Berita lengkap, tonton di sini.

Aku tahu... Semangat sportifitas dan keinginan untuk berprestasi harus tetap dijunjung oleh seorang atlet profesional. Tetapi, bukan itu masalahnya. Ini soal penghargaan, apresiasi. Atlet-atlet kita masih minim apresiasi. Bagaimana kita mengharapkan prestasi jika tanpa apresiasi? Padahal, cabang olah raga bisa menjadi salah satu cara yang strategis untuk mengharumkan nama Indonesia.

Yah... terlepas dari soal siap atau tidakkah sebenarnya panitia PON tahun ini, mau bagaimana lagi? Acara sudah dibuka, let's enjoy!

I Wish I Could Change My Blood Type!

Selamat malam....! ^^

Kali ini aku mau cerita soal pengalamanku berhadapan dengan diet golongan darah. Sekarang ini, diet golongan darah mulai banyak dijadikan pilihan. Untuk yang belum tahu apa itu diet golongan darah, diet golongan darah ini adalah pola makan yang disesuaikan dengan tipe golongan darah kita. Jadi, diet ini mengatur apa yang boleh kita makan dan apa yang tidak sesuai dengan golongan darah masing-masing.



Nah, berkaitan dengan diet golongan darah ini, ceritanya waktu sebelum lebaran kemarin, suatu hari tiba-tiba aku menerima SMS dari temanku. Isi SMSnya begini:

Woi! Gue lagi browsing soal diet golongan darah nih. Golongan darah lu O kan? Berarti lu ga boleh makan kacang-kacangan, yoghurt, es krim, alpukat, keju, susu sapi, termasuk cumi-cumi. Nah lo itu bagusnya makan daging sapi, kerbau, kambing, anak sapi, makerel, ikan hering, salmon, sarden, brokoli, bawang putih, bayam. kentang, nanas."

Dapat SMS kayak gitu, aku cuma bisa melongo. Hal pertama yang langsung terlintas di pikiranku adalah, "Gue pengen ganti golongan darah aja". OK, lupakan. Itu memang nggak mungkin.

Masalahnya, semua makanan yang temanku bilang nggak boleh dimakan sama orang-orang yang bergolongan darah O itu adalah makanan favoritku! Aku paling suka makan kacang merah diblender dan cuma dikasih garam sedikit. Yoghurt? Siang-siang yang panas itu paling enak minum yoghurt yang asem-asem dan menyegarkan. Es krim? Nggak ada hari tanpa cemilan yang satu ini. Alpukat, suka. Keju, susu sapi, cumi-cumi, semuanya enyaaaak.... Jadi gimana caranya aku bisa lepas dari makanan-makanan enak itu? :(

Aku tahu, diet itu baik untuk kesehatan. Tapi terkadang ketika kesehatan sudah bertentangan dengan kenikmatan, untuk pencinta kuliner seperti aku kenyataan itu kejam sekali. :(

Memang... Kebiasaan bandel seperti aku ini lebih baik nggak kalian tiru. Lebih baik menjaga kesehatan sedari dini daripada baru menyesal suatu hari nanti. Aku sendiri, untuk sekarang jujur, sama sekali belum mampu meninggalkan semua makanan enak yang sudah aku sebutkan sebelumnya tadi. Jadi yang sekarang aku lakukan adalah menyeimbangkannya dengan mengkonsumsi juga makanan-makanan yang dianjurkan untuk orang-orang bergolongan darah O.

Kebetulan, daftar makanan yang termasuk makanan yang dianjurkan bagi golongan darah O juga termasuk daftar makanan yang aku suka (OK Ri... Makanan apa sih yang nggak kamu suka? -.-a).

Tapi untuk kalian yang memutuskan untuk mengikuti diet golongan darah dan berhasil, selamat ya... Iri juga karena aku sendiri belum mampu. 

Untuk kalian yang mungkin mau tahu soal diet golongan darah yang lain, ini aku copykan informasinya dari http://www.merdeka.com/sehat/panduan-diet-sesuai-golongan-darah.html

Golongan darah O
 Kebanyakan orang dengan golongan darah O tidak cocok menjadi vegetarian, sebab mereka adalah pemakan daging yang membutuhkan sumber protein yang tinggi. Anda yang bergolongan darah O sebaiknya memenuhi kebutuhan diet dengan telur, ayam, daging merah sapi atau kambing. Seluruh jenis sayuran tetap disarankan untuk dikonsumsi. Selain itu, kurangi gula dan pemanis lainnya karena metabolisme golongan darah O sangat rendah. 

Golongan darah A
Jenis diet apapun tidak akan berhasil apabila orang bergolongan darah A kerap stres sepanjang waktu. Jika ingin mengurangi stres, maka konsumsi daging sapi atau kambing yang berkolesterol tinggi sebaiknya dikurangi. Namun ikan, terutama yang hidup di laut, adalah makanan terbaik untuk diet orang-orang golongan darah A. Sementara itu, asupan protein bisa Anda dapat dari kacang ginjal, kacang hitam, dan jenis kacang-kacangan lainnya. 

Golongan darah B
 Beruntunglah Anda yang bergolongan darah B, sebab Anda hampir bisa memasukkan segala jenis makanan ke dalam menu diet Anda. Golongan darah B juga jarang menderita intoleransi laktosa yang biasanya tidak memungkinkan seseorang mengonsumsi produk susu. Anda yang memiliki golongan darah ini sayangnya harus membatasi konsumsi daging unggas karena tidak baik bagi kesehatan golongan darah B. 

Golongan darah AB
Seperti namanya, orang yang bergolongan darah AB membawa sifat kebiasaan makan dari golongan darah A dan B. Konsumsi daging merah dan susu sebaiknya dikurangi dari menu diet Anda. Selain itu, asupan karbohidrat juga harus dibatasi dan menggantinya dengan sereal yang memiliki sedikit karbohidrat namun kaya akan serat. Untungnya, segala jenis sayur dan daging unggas bisa bebas Anda konsumsi.

Nah, itu dia tadi sedikit  mengenai diet golongan darah. Tertarik mencoba? Kalau aku pribadi, jujur, belum sanggup. :p . Tapi untuk kalian yang mau mencoba, SEMANGAT!

Selamat mencoba diet golongan darah...! ^^

Sunday 9 September 2012

Younique!

Sejak dulu, aku selalu kagum pada mereka yang berani menjadi diri sendiri. Memutuskan, mengakui pilihan dan identitasnya, dan bertanggung jawab untuk semua resikonya. Tidak selalu mudah untuk dilakukan.

Sering kali kita takut menjadi diri sendiri. Akhirnya, atas nama adaptasi, kita rela mengingkari prinsip kita. Pasti sering ya menemukan situasi semacam itu? Padahal, melebur bukan berarti bercampur dan kemudian larut.

Di sini aku cuma mau bilang, it's OK to be yourself. No one will punish you, even God. Masing-masing dari kita diciptakan unik, bukan aneh.



Tidak ada istilah aneh. 'Aneh' adalah ukuran yang dibuat oleh masyarakat yang takut pada ketidak mapanan. Karena perbedaan dianggap bertentangan dengan kenyamanan yang stagnan.

Kita unik....

It's OK kalau kamu cowok dan kamu suka warna pink atau dorama korea. Or, you're a fashionista! For God sake, memang cuma cewek yang boleh fashionable dan bereksperimen?

Ga masalah kalau kamu lebih suka duduk santai di rumah baca karyanya Hemingway daripada party sampai pagi.

Bukan hal yang aneh kalau kamu berpendapat rainbow cake itu biasa aja sementara teman-teman kamu lagi tergila-gila sama si warna-warni itu. Dan kamu juga nggak salah kalau kamu seorang pengagum pemikiran-pemikiran kiri ataupun ekstrem.

it's not a big deal m kalau kamu milih profesi sesuai pqsdiin kamu seberapapun masih anehnya profesi itu di mata orang lain. Nggak semua orang harus jadi dokter, arsitek, ataupun pengusaha.

Dan bukan dosa juga kalau kamu memutuskan untuk belum berpacaran sekalipun usia kamu sudah berkepala lebih dari satu. Nggak pacaran itu bukan dosa. Nggak ada di kitab-kitab kan? :p.  Sebuah hal luar biasa ketika kamu betul-betul menunggu orang yang tepat ketimbang berpindah dari satu lingkaran hubungan ke lingkaran yang lain. It doesn't make you freak!

Kenapa harus menjadi biasa kalau kita semua ini spesial? Ketika kita berbeda, orang-orang mungkin akan menertawai kita karena kita aneh. Tapi mari kita balas tertawa karena mereka semua

Saturday 8 September 2012

Rest In Peace My Friend...

Pagi ini, aku dikabari bahwa salah satu rekanku ketika bekerja di radio meninggal kemarin akibat kanker otak. Berita yang mengejutkan. Sejak dulu aku sudah tahu dia sakit, tetapi jujur, aku tidak menyangka bahwa kondisinya akan memburuk separah itu dalam satu tahun ini.

Yang aku ingat dari orang ini adalah dia orang yang pintar. Meski dengan tampak luar yang slengean dan semaunya, tetapi jauh di dalamnya, dia orang yang perhatian dan tulus. Aku ingat pertama kali aku siaran di tempat itu saat masa training, aku berpasangan dengan dia.

Sedikit merasa bersalah karena selama satu tahun ini kami hanya berkirim kabar sekadarnya. Padahal menurut keponakannya, dia sering berusaha menghubungiku. Tapi aku harap sekarang dia sudah tenang, tidak perlu lagi berjuang melawan penyakitnya.

Kematian seseorang selalu membuatku berpikir, kemana sebenarnya jiwa mereka yang sudah meninggal?

Friday 7 September 2012

Munir : Pengingat di Antara Kita yang Memilih Lupa



7 September 2012. Genap delapan tahun seorang pejuang Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib, pergi. Sampai hari ini, kelanjutan dari penanganan kasus kematiannya belum jelas.

Ketimbang membicarakan ketidak jelasan kasusnya, aku malah ingin merenungkan perjuangannya dahulu. Aku ingat saat itu aku masih di bangku SD. Tidak terlalu menaruh perhatian besar pada sosok Munir, tetapi sosoknya tetap memiliki tempat tersendiri sebagai orang yang gigih memperjuangkan keadilan. Baru setelah menginjak SMP, ketika sedikit demi sedikit aku mulai membaca lebih banyak mengenai Munir, aku merasa bangga Indonesia pernah memiliki orang seperti Munir. Seseorang yang berani berteriak untuk mereka yang hilang dan dilupakan ketika orang lain memilih diam dan melupakan.

Bagi Munir, pembunuhan tetaplah pembunuhan. Tidak bisa ditolerir demi alasan apapun. Tapi pada akhirnya, dia yang berjuang untuk menyuarakan pengusutan untuk mereka yang hilang dan dibunuh pada tragedi-tragedi kemanusiaan pada rentang tahun 1997-1998 itu juga harus berakhir dengan sebuah pembunuhan. Dan sama seperti yang mereka perjuangkan, kasusnya pun belum jelas sampai sekarang.

Sesekali aku berpikir, semasa hidupnya, pernahkah Munir sekali saja berpikir bahwa semua yang dilakukannya sia-sia? Tipikal. Orang-orang seperti Munir yang berjuang dengan gigih untuk menegakkan keadilan, sering kali sendirian. Orang-orang mengaguminya, tetapi tidak mau terlalu banyak terlibat dengannya. Pernahkah ia merasa semuanya sia-sia manakala sampai sekarang, semua yang dia perjuangkan pun tidak terlihat hasilnya, termasuk kelanjutan kasusnya? Keadilan masih saja mahal dan berpihak.

Tapi sekalipun Munir pernah berpikir seperti itu, aku harap dia tetap tahu dia tidak pernah sendirian. Jauh di luar sana, banyak orang digerakkan oleh Munir. Banyak orang terinspirasi oleh Munir. Banyak orang mengidolakannya dan setuju dengannya. Termasuk aku. Sampai sekarang.

Munir mungkin sudah tidak ada. Tapi dia tetap ada dalam diri orang-orang yang telah berhasil ia inspirasi semasa hidupnya. Perjuangannya tetap diingat dan kegigihan itu masih ada. Perjuangan HAM di Indonesia saat ini memang belum jelas, tetapi kesadaran untuk memperjuangkannya sudah lebih baik, dan Munir turut andil dalam terwujudnya kondisi ini.

Aku bertanya-tanya, seandainya Munir masih hidup sampai hari ini, apa yang akan dikatakannya mengenai kasus Sampang atau kasus pengrusakan gereja? Apa pendapatnya soal Nenek yang harus berhadapan dengan meja hijau akibat mencuri kakao sementara para koruptor dibiarkan bebas melancong kesana-kemari?



Tapi di atas semua itu, delapan tahun kepergian Munir, aku ingin mengatakan bahwa setelah dia pergi masih banyak orang yang mengikuti jejaknya, MENOLAK UNTUK LUPA.