Friday 31 August 2012

Marionette(mu)



Perkenalkan
Aku Marionette(mu)
Siap melayani

Aku terbuat dari kayu
Kemudian dipakaikan baju
Supaya tidak melanggar pornografi yang kini sudah dibuat UU
Tanganku diberi tali, badanku juga
Tali kendali supaya gerak-gerikku dikuasai
Dengan begitu aku tidak liar sesuka hati

Tidak bebas?
Memang
Tapi apa itu bebas?
Bisa melakukan apapun tanpa perlu perintah ini-itu?
Lalu apa kamu bebas?
Ha-ha-ha-ha...

Mari sini, main dengan aku
Permainkan aku
Tarik tali-temaliku
Angkat tanganku!
Goyangkan badanku!
Ayun aku!
Sesuka kamu

Protes bukan bagian hidupku
Bukan takdirku

Takdirku adalah diam
Melakukan
Mengikuti tarikan
Memuaskan kamu, egomu
Supaya kamu puas karena tahu
di tengah dunia yang tak bisa kamu kendalikan,
kamu bisa mengendalikan aku

Mari sini....
Kita bermain
Karena aku marionette(mu)
Siap melayani

Beres-Beres Yuk...

Pagi ini begitu bangun dan kemudian gosok gigi, tiba-tiba aku dirasuki setan bersih-bersih. :p
Tiba-tiba saja jadi semangat beres-beres kamar kosanku yang sepertinya memang terlalu banyak barangnya. Haha... Teman-teman bilang aku seperti memindahkan nyaris setengah kamarku di rumah ke kamar kosan. Come on...  Bukan ide yang buruk kan? Home sweet home, room sweet room... :)

Back to the topic, pagi ini aku merasa kamarku mulai terlalu berantakan dan sudah saatnya perlu diberi sentuhan kerapian. Jadi mulailah aku membereskan ini, membereskan itu, mengatur ini di sana, memindahkan ini ke situ, menyortir apa yang masih digunakan, apa yang tidak.

Dan ternyata, ada banyak hal yang sepertinya memang sudah harus dibuang. Kertas-kertas yang sudah tidak berguna, barang-barang yang sudah tidak digunakan, kotak-kotak yang cuma menambah sesak, banyak! Tapi setelah beres, aku merasa perasaanku lebih baik, lebih banyak energi positif di ruangan ini. Yey!

Dari situ aku berpikir sebaiknya memang kegiatan beres-beres itu dilakukan lebih rutin. Selain membuat tempat kita menjadi lebih nyaman, perasaan kita juga menjadi lebih baik. Sering kali kita terlalu lama menimbun hal-hal yang sebenarnya sudah tidak kita perlukan lagi. Iya kan?

Sama halnya dengan diri kita sendiri, dan hidup kita. Mungkin kita harus secara rutin menengok apakah diri kita dan kehidupan kita sudah perlu dibereskan atau belum. Mungkin selama ini ada hal-hal dalam hidup kita yang sudah 'basi' dan 'berkarat', yang membuat perasaan kita menjadi tidak enak. Seharusnya yang seperti itu sudah kita buang dari dulu tetapi mungkin kita ragu, menunggu, atau belum tahu. Tapi, pernah terpikir bahwa mungkin ini saat yang tepat untuk membuangnya?

Beres-beres itu tidak perlu menunggu. Menunggu tidak akan membuat semua yang berantakan menjadi rapi seketika. Yang perlu kita lakukan adalah bangun, dan mulai bekerja. Beres-beres yuk...! Beres-beres kamar, beres-beres kehidupan. :)

Thursday 30 August 2012

Kalau Saja...

Sambil menikmati segelas besar susu cokelat hangat, aku tiba-tiba berimajinasi. Kita bisa menciptakan surga di seluruh dunia sekarang, saat ini juga, tidak perlu menunggu bertemu ajal, kalau saja setiap manusia di seluruh dunia ini suka...

1. Tersenyum :)

Senyum yang tulus. Bukan rahasia lagi, senyum adalah obat, dan senyum itu menular.  Ditambah lagi, senyum itu gratis. Jadi, sudahkah kita tersenyum hari ini?


2. Menyapa

Basa-basi sekalipun, selama itu dilakukan dengan hati dan niat yang tulus, efeknya akan terasa menyenangkan bagi orang lain. Orang lain akan merasakan empati kita, dan tidak akan ada orang yang merasa sendirian di dunia.

3. Berpelukan

Bahkan di beberapa negara ada banyak gerakan free hug. Dengan berpelukan, kecurigaan kita berkurang. Kita menjadi lebih intim, dan merasa nyaman karena memiliki seseorang.


Ketika semua manusia merasa mengenal sesamanya, berbagi kasih sayang, berbagi kebahagiaan, tidak akan ada waktu untuk perang, perpecahan, diskriminasi, atau konflik ini-itu. 

Aku merindukan dunia dimana aku bisa hidup bebas tanpa perlu setiap waktu ditanya, diperiksa, dan bahkan dipertimbangkan apakah kamu itu Muslim, Kristiani, Budhis, penganut Hindu, penganut Konfusius, atheis, agnostik, Cina, Melayu, Kaukasia, Negro, kaya, ataupun miskin.

Apakah harapan agar kerinduan itu terselesaikan terlalu muluk?


You May Lost In It, Or Just Face It!

Hidup manusia tidak mungkin lepas dari sahabat dekatnya yang bernama 'masalah'. Ketika menghadapi masalah, pilihan kita cuma dua, be lost in it, or just face it!

Kesedihan tidak akan pernah membiarkan kamu sendirian. Seperti yang sering aku bilang, kesedihan dan kebahagiaan seperti dua sisi mata uang. Bahkan dalam sebuah kebahagiaan yang luar biasa sekalipun, terdapat kemungkinan nol koma sekian persen untuk terjadinya kesedihan. Hukum dunia.

Untukku, yang harus kita lakukan adalah mencari penyelamat (penetral kesedihan), then face your problem. Cari penyelamat versi kita sendiri. Penyelamat itu bisa musik, sastra, seni, science, orang-orang terdekat, anything. Terserah, selama itu positif dan bukannya semakin merusak diri kita. Apapun itu selama hal itu bisa membuat kita berhenti bertanya, "Kenapa semua ini terjadi padaku?"

Aku tahu, pasti akan banyak yang berkomentar, "Iya... Gampang buat lo ngomong. Prakteknya? It's just non sense."

Memang apa yang aku sampaikan ini klise. Tapi pada kenyataannya, sebagai manusia kita memang diberi kemampuan untuk memilih mau dengan cara apa kita hadapi masalah dalam hidup kita. Kita bisa terus-menerus mengeluh, mengaduh, menangis, dan meratap. Tetapi kita tahu keadaan tidak akan berubah. Atau kita bisa menutup mulut, menghapus air mata, mencoba bangkit lagi, bergerak, dan melangkah. Biarkan gesture tubuh kita mengirim pesan pada dunia, "Look at me. Those things aren't enough to beat me. I'm still unbeatable."

Saat ini aku cuma mau bilang untuk kalian, siapapun yang mungkin saat ini sedang menghadapi masalah dan merasa putus asa, tidak tahu harus apa, tidak bisa berhenti bertanya kenapa, dan bahkan berpikir ingin mati saja, kita memang tidak saling mengenal, tetapi aku mau bilang, buang semua pikiran mau mati itu karena kamu tidak tahu kemungkinan apa yang bisa terjadi dalam hidupmu detik-detik berikutnya. Siapa tahu dunia sedang menyiapkan penyelamatnya. Menangislah saja, sepuas kamu, lalu berhenti. Bangkit dan kita melangkah lagi.

Kamu, aku, masing-masiing dari kita menghadapi masalahnya sendiri. Kalau sampai hari ini aku dan milyaran orang lain di luar sana masih banyak yang bertahan dan kembali melangkah, kenapa harus berhenti dan menyerah?

So, let's face it!

Besok Malam, Blue Moon!



Besok malam, Jumat (31/8), akan terjadi peristiwa bulan purnama untuk yang kedua kalinya di bulan ini. Atau yang dalam istilah ilmiahnya disebut blue moon. Beritanya bisa kalian lihat sendiri di link berikut:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/08/31-agustus-purnama-kedua-dalam-1-bulan

Untuk kalian yang selalu suka melihat bulan, moment ini merupakan moment bagus yang sayang kalau dilewatkan (kecuali untuk kalian yang masih termasuk keturunan manusia serigala *mulai absurd). Kita berharap saja semoga cuaca besok cerah sehingga langit bisa tampak bersih, dan bulan purnama terlihat jelas. O iya, kejadian blue moon ini hanya terjadi tiga tahun sekali loh... 

Jadi, mari bersama-sama menikmati bulan purnama besok malam.

Wednesday 29 August 2012

Newest MV of Maliq2&D'Essentials

Finally, yeah! The newest music video(MV) of my favourite band, Maliq&D'Essentials. Judulnya, Berlari dan Tenggelam. Percampuran antara penampilan band dengan animasi yang menarik berhasil membuat video clip ini layak dipuji. Animasinya mengingatkan aku pada film Night Before Christmas. Hm, mungkin film itu jadi salah satu influence video clip ini?

Pokoknya, buat para D'Essentials, wajib nonton video clip barunya Maliq. Buat yang bingung nyarinya, bisa lihat di bawah ini. Enjoy!



Sudah Saatnya Beliau Mengoreksi Diri

SBY Pidato, Anak-Anak Tidur

Mempersiapkan diri sejak pagi membuat beberapa anak tampak tidak konsentrasi mengikuti puncak peringatan Hari Anak Nasional 2012 di Teater IMAX Keong Mas, Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2012. Beberapa anak tampak tertidur saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di atas panggung.


Kejadian ini berlangsung pagi tadi. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di puncak peringatan Hari Anak Nasional 2012, beliau menegur beberapa anak yang tertidur. Peristiwa peneguran seperti ini bukan kali pertama terjadi dalam masa pemerintahannya yang sudah dua kali putaran.

Bulan Juni lalu saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, beliau juga sempat 'merajuk' karena beberapa tamu mengobrol saat beliau sedang menyampaikan pidatonya. Kejadian tersebut pun berulang kembali saat presiden memberikan kuliah di Secapa Bandung. Ketika membaca berita mengenai kejadian peneguran di Teater Keong Mas hari ini, aku jadi berpikir mungkin sudah saatnya beliau memperbaiki diri.

Ketika seseorang berbicara di depan orang banyak, dan berkali-kali para audiensnya ketahuan menahan kantuk, atau bahkan sudah terlanjur gagal menahan kantuk, mungkin sudah saatnya orang tersebut memeriksa kembali dimana letak kesalahannya sehingga kejadian semacam itu terjadi berulang kali. Mungkin kesalahannya bukan pada audiens yang mengantuk, tetapi pada pembicara yang tidak mampu membaca dan menguasai situasi.

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan seseorang saat berbicara di depan banyak orang. Pertama, teknis yang berkaitan dengan warna suara, pengaturan intonasi, irama, penekanan, dan hal-hal teknis lainnya. Kedua, hal yang dibicarakan harus sesuai dengan audiens. Ketiga, cara membawakannya pun harus sesuai dengan latar-belakang umur atau mungkin kelas sosial para audiens. 

Tidak mungkin kita bicara mengenai perekonomian dan krisis global menggunakan istilah-istilah asing ataupun ilmiah ketika bicara di depan para petani padi. Dan terlalu tinggi pula rasanya bila membicarakan persaingan global, serta perlindungan dan hak anak, apalagi menggunakan istilah-istilah asing seperti mindset, culture shock, fulture shock, dan istilah asing lainnya, ketika bicara dengan anak-anak SD yang baru mengerti I go to school with my brother. Ketidak sinkronan ini melahirkan ketidak mengertian, yang pada akhirnya jangan disalahkan kalau berakhir dengan audiens yang mengantuk, atau lebih memilih mengobrol.

Kejadian hari ini seharusnya bisa dijadikan bahan pembelajaran. Kalau presiden mau sejak awal menunjukkan sisi kebapakaannya di depan anak-anak SD tersebut, maka bicaralah seperti seorang bapak kepada anaknya. Contoh, mengambil tema peringatan Hari Anak Nasional 2012 yaitu "Bersatu Mewujudkan Indonesia Ramah Anak: Saya Anak Indonesia Beriman, Jujur, Cerdas, Sehat, Berakhlak Mulia, dan Berprestasi:, mungkin kalau aku jadi beliau aku akan berpidato seperti ini:

"Anak-anak manis yang Bapak banggakan, Bapak ingin berkata bahwa sebagai presiden, saat ini Bapak merasa bangga sekali memiliki anak-anak calon penerus bangsa yang hebat seperti kalian. Ayo... Siapa di sini yang bulan puasa kemarin puasanya penuh? <jeda sebentar memberi kesempatan anak-anak mengangkat tangan>. Waaah... Pintar sekali anak-anak Bapak ini. Seperti yang Bapak duga, kalian memang hebat! Bapak mau mengingatkan kalian supaya tidak lupa bahwa kalian ini anak-anak yang hebat. Masing-masing dari kalian merupakan bagian dari generasi hebat yang suatu hari nanti akan memimpin bangsa kita yang tercinta ini."

Dan kira-kira seperti itulah. Daripada mengingatkan anak-anak soal persaingan global yang harus mereka hadapi, tantangan yang akan menghadang mereka, atau hal-hal 'berat' lainnya, aku pikir pada kasus ini anak-anak itu lebih butuh 'diangkat', diingatkan bahwa mereka adalah anak-anak hebat harapan bangsa. Dengan begitu, mereka bisa tumbuh sebagai individu-individu yang optimis dan penuh rasa bangga.

Tulisan ini adalah sebuah kritik. Aku memang bukan ahli pidato, ahli politik, atau sebagainya. Aku cuma seorang rakyat yang masih percaya pada presidennya, dan pada masa depan negaranya. Kritik ini juga aku buat karena aku sayang, bukan ingin menjatuhkan. Sekalipun aku ragu kalau Bapak Presiden akan membaca tulisan ini, tetapi masih lebih baik daripada tidak ditulis sama sekali.

Sekali lagi, mungkin sudah saatnya beliau mengoreksi diri.

Tuesday 28 August 2012

Dengarkan Aku

Dengarkan aku
Aku sedang bernyanyi
Meski tidak mengerti nada
Irama lagi birama
Siapa bilang suara sumbang tidak boleh bernyanyi?
Ini bukan senandungan
Tetapi sebuah panggilan
Kamu dengar?
Aku memanggil aku,
kamu,
kalian,
mereka...
Mari sini, kemari
Merapat pada Hujan ini
Merapat mesra,
aku mau bercerita
Tentang aku,
kamu,
kalian,
mereka...
Yang tidak dilihat oleh kita sebelumnya
Yang tidak diraba suara hati tidak berpendirian
Di sini, jangan kamu cari kemapanan

Bahagia

"Bahagia itu keputusan. Bukan cita-cita."

-Agnes Jessica-


Baru saja aku membuka blog lama milik salah seorang teman, dan menemukan kalimat di atas. Bahagia bukan cita-cita. Itulah kenapa cita-cita ingin menjadi orang yang bahagia itu abstrak, absurd.

Bicara soal bahagia, aku bahagia. Dengan cara rumit maupun simple.

Pertama aku bahagia sudah dilahirkan dan menjadi satu di antara kurang-lebih tujuh milyar manusia di bumi saat ini. Sekalipun kelahiran merupakan konsekuensi dari hubungan antara seorang pria dan wanita, tetapi manusia yang dilahirkan tetap punya hak untuk mengisi hidup yang tidak pernah ia minta itu dengan bahagia dan penuh cinta. Dan aku menikmatinya...

Aku bahagia bisa menari di bawah hujan ditemani lagu I Remember dari Mocca, kemudian duduk di dekat jendela dengan rambut basah dan segelas besar cokelat hangat ditemani suara Adhitya Sofyan di lagu After the Rain. Aku bahagia bisa mencicipi berbagai makanan enak tanpa takut gemuk. Bereksperimen di dapur dengan berbagai resep dan bahan baru.

Aku bahagia bisa mengendarai sepedaku melintasi jalanan kota Bandung, merasakan angin maupun sengat matahari, sesekali bertengkar secara implisit dengan pengendara mobil yang egois, kemudian beristirahat di pinggir jalan dan menikmati sebotol air putih yang menyegarkan.

Aku bahagia bisa berbaring santai dan menulis di kamar kosanku yang baru, yang berjendela besar seperti kesukaanku, tanpa terganggu. Membaca atau sekadar berbaring di antara tumpukan-tumpukan buku di atas kasur pun membuatku bahagia. Selain itu, bisa dikelilingi anak-anak kecil yang begitu menyenangkan di gereja, mengobrol dengan Dia setiap waktu, dan bisa mengamati orang-orang. Sejak dulu aku memang suka keramaian, meski tidak terlalu suka menjadi bagian dari keramaian tersebut.

Ketika bisa mengikhlaskan kepergian seseorang, aku bahagia. Ketika bisa melihat teman-temanku berjalan di jalannya masing-masing saat ini, aku luar biasa bahagia. Ketika bisa tertawa bersama mereka, aku selalu bahagia. Ketika bisa melihat Mama tersenyum, aku tidak bisa mengatakan bagaimana bahagianya aku.

Mengetahui bahwa ada kamu bersamaku saat ini pun, aku bahagia...

Tanpa pernah menyadari semua hal yang bisa membuat kita bahagia dalam hidup ini, kebahagiaan hanya akan menjadi cita-cita. Dan seperti yang disebutkan di awal, bahagia itu keputusan, bukan cita-cita. Sekarang, aku sudah memutuskan bahwa aku bahagia.

Lalu kamu, apakah kamu bahagia? Seberapa bahagia?

Monday 27 August 2012

Tiga Minggu Membandel

Sudah tiga minggu ini aku tidak ke gereja. Kalau menurut standar moral yang diajarkan sekolahku saat aku kecil, aku sudah menjadi anak yang (kelewat) bandel. *Tuhan, kalau memang aku harus mandi api neraka, izinkan aku bawa sun block :p . OK, komedi.

Back to the topic. Sudah tiga minggu ini aku membandel dan tidak pergi ke gereja. Terhitung sejak sampai di Cirebon, dahiku belum tersentuh air suci. Sebabnya, sudah tiga minggu ini aku berkali-kali bertengkar dengan orang tuaku dan untuk itu aku merasa tidak pantas rasanya menemui Tuhan untuk memperbaiki relasiku denganNya. Memperbaiki relasi dengan sesama manusia saja belum becus, sudah mau lompat memperbaiki relasi dengan Tuhan. Aku merasa malu... :(

Well, tidak ada gunanya duduk di bangku gereja, mendengarkan khotbah Pastor, bersalam damaian dengan orang-orang di gereja, dan menerima tanda berkat di dahiku, kalau aku belum juga mampu bersalam damaian dengan sungguh-sungguh dengan orang tuaku sendiri. Aku merasa semua itu tidak ada gunanya. 

Tuhan, apa Kamu merindukan aku, anakMu yang bandel ini? Maaf belum sempat mengunjungi rumahMu, tetapi Kamu tahu kita tetap mengobrol setiap saat selama tiga minggu ini. Tidak ada yang berubah aku harap. Aku harap kita masih semesra biasanya. Aku janji sebelum berangkat ke Bandung hari Rabu nanti, aku akan meminta maaf pada dia, dan kemudian keesokan harinya aku akan langsung mengunjungiMu di rumahMu. Tapi, maafkan aku untuk tiga minggu yang bandel ini ya? 

All The Same

Kita memang tidak mungkin berdiri dalam aliran sungai yang sama, tetapi tetap saja sungainya sama. Di dunia ini, ada yang terus saja bergerak maju dan berubah. Ada pula hal-hal yang mungkin memang tidak akan berubah, dan tetap bertahan pada bentuk awalnya. Tidak selamanya teori revolusi Darwin berlaku.

Seperti kota kelahiranku. Siang ini aku kembali berkelana sendirian mengelilinginya sejak pagi. Hobi baruku.. . :)

Aku pergi sarapan di tempat soto langgananku, pergi ke toko buku untuk menukarkan buku yang beberapa hari lalu aku beli, dan berjalan-jalan menghabiskan waktu. Ternyata, selain banyak yang berubah, kota ini tetap sama saja. Masih panas, masih macet, orang-orangnya masih mudah marah, dan masih menyenangkan dengan segala sisi menyebalkannya itu. :)

Yang jualan soto langgananku (sebenarnya bukan cuma langgananku, tetapi juga langganan Papa dan Mama sejak sebelum mereka pacaran) masih ada, dan sotonya masih sama enaknya. Rumah Makan Irit di daerah Pecinan juga masih ada, gong-gong* yang punyanya juga masih hidup, bubur langgananku masih seenak dulu, gong-gong yang di toko bahan-bahan masakan masih nanyain aja, "Xiao Fang, Baba na li?"**. Dan aku, dengan masih saja sempat cengok beberapa detik mendengar pertanyaan itu sebelum menjawab, "Baba udah meningggal dari tujuh tahun yang lalu..."

Guru-guru yang ngajar aku masih ada (iyalah...), toko roti dengan kincir angin di atapnya masih ada juga meski sekarang agak sepi, dan kolam renang tempat aku pernah jatuh cinta sama Mr. Adorably Flat juga masih ada, dan masih jarang dibersihin juga. 

Teman-temanku masih segila biasanya, Mr. Adorably Flat masih sedatar biasanya dan semenyenangkan biasanya dalam waktu yang sama, guru Matematikaku masih se'memberkati' biasanya, dan aku masih juga aku yang sama dengan beberapa penambahan dan pengurangan.

Perubahan dalam hidup baik. Tetapi terkadang memang ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan tetap saja menjadi bentuknya apa adanya, seperti yang sudah ada...

Aku, beberapa hari lagi kembali ke Bandung. Dan masih aku yang sama, yang pulang berkali-kali pada kamu dan tidak pernah letih menemukan detail-detail kecil mengenai manusia bernama Kamu... Jangan takut, Cirebon sama sekali tidak merubah aku. :)


*gong-gong = kakek dalam bahasa Mandarin
** Baba na li? = papa kemana?

Saturday 25 August 2012

Penghangat Hati

Sesekop Es krim
Di siang panas
Perlahan mencair
Babak-belur, disengat
Matahari nakal
Es krim dingin
Penghangat hati
Nikmat sekali

Friday 24 August 2012

Everything's Change, Everybody is

Siang ini, seperti biasanya aku kabur dan ngebolang sendirian. Mengelilingi kota kelahiranku, tanpa tujuan.
Dan aku tersadar, semua sudah banyak yang berubah... Padahal baru satu tahun aku tidak mengakrabi kota ini setiap hari, tetapi ternyata banyak sekali perubahan yang terjadi.
Sekolah tempatku belajar sejak TK kini sudah ber-AC kelas-kelasnya. Kepala sekolahnya sudah diganti, dan radionya sudah tidak lagi beroperasi.
Radio tempatku dulu sering main karena di sana juga ada kafenya, kini tinggal studionya saja. Kafenya sudah berpindah milik dan berubah menjadi restoran masakan Padang.
Radio tempatku dulu bekerja kini berubah menjadi radio dangdut. Beberapa penyiar sudah pergi, beberapa masih bertahan.
Kotaku yang dulu panas, sekarang TAMBAH panas, tambah padat. Sekarang franchise-franchise makanan yang terkenal dituduh kapitalis atau Amerika sudah banyak di sini.
Selain itu, masih ada banyak perubahan lainnya yang terjadi. Dan semuanya, terjadi dalam waktu satu tahun. Luar biasa.
Di dalam becak, aku berpikir semuanya sedang berubah. Semuanya sedang bergerak maju. Tidak ada yang memberi tempat untuk sesuatu yang berhenti dan diam. Semua bergerak di jalurnya, termasuk aku.
Lalu, apakah aku sudah siap dengan semua perubahan yang terjadi di sekitarku? Apakah aku sudah siap dengan perubahan yang terjadi pada diriku? Siap atau tidak, tidak ada waktu untuk berpikir. Semua bergerak, dan tidak ada tempat berhenti...

Wednesday 22 August 2012

Burung-Burung Kertas

berjam-jam,
melipat berlembar-lembar kertas
mengambil bentuk cantik
burung-burung kertas

seribu, jumlahnya tepat seribu
tidak kurang satu
aku buat seribu
karena tidak cukup bila cuma satu

burung kertas terlampau rapuh
kamu sobek saja, ia tidak lagi berbentuk
belum resiko angin, dan sambaran petir
aku ngeri membayangkan nasib burung-burung kertasku

adakah di antara mereka yang bisa bertahan,
kalau aku terbangkan?
aku ingin mereka mengantarkan pesan
ke surga tempat di mana Tuhan (katanya) tinggal

aku harap satu di antara mereka selamat
tuntas menjalankan misinya
aku harap mereka semua selamat
mereka semua, seribu itu!

ya, seribu!
seribu burung kertas di surga
mengantarkan harapanku pada Tuhan
mungkin ada baiknya sesekali surga diberi keributan

Sunday 19 August 2012

(Akhirnya) Pergi

Layaknya seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh mencari rumah tempat ia merasa pulang. Tidak tahu sudah berapa jauh ia melangkah, tempatnya memulai sudah jauh tertinggal. Jauh, terlalu jauh. Ia bahkan lupa dimana ia memulai.

Yang ia pahami hanyalah ketika ia terbangun pada suatu hari dan yang ia rasakan cuma kosong. Ia sadar, tempatnya bukan di sini.

Maka dari itu ia kemasi seluruh perbrkalannya, mengikat tali kasutnya, dan memulai langkah pertama, mencari rumah. Ia tidak tahu di luar sana ada apa, ia meninggalkan kenyamanannya. Ia sadar, kenyamanan ini bukan miliknya, bukan pulangnya.

Maka ia berjalan dan berjalan... Terdampar, tanpa kepastian. Namun sekalipun ia tidak pernah rindu masa lalunya... Mengingat pun tidak. Ia tetap tahu ini keputusan yang tepat untuk dia, untuk mereka. Tempat tidur yang nyaman itu tidak boleh menjadi penjaranya. Senyum hangat itu tidak bisa menahannya tinggal.

Ia tidak mau mati di atas lantai itu. Ia mau mati di rumahnya, dan di sana bukan rumahnya.

Maka ia benar-benar pergi kali ini. Mencari tempat dia pulang di sekeliling ketidak pastian.

Saturday 18 August 2012

Pertobatan, Bukan Korban

Beberapa jam yang lalu, di sekitarku ribut memperbincangkan kapan sebenarnya lebaran. Besok, atau Senin. Sekitar pukul 19.30 WIB, akhirnya diumumkanlah bahwa lebaran tahun ini resmi jatuh besok hari. Orang-orang di sekitarku bersuka ria, menyalakan petasan dan kembang api, tetapi sesaat kemudian ternyata perbincangan tidak berhenti. Topik berganti menjadi kalimat, "Berarti tahun ini kita puasa cuma 29 hari ya? Waduh! Sah nggak ya?"

Pertanyaan terakhir sempat mengusikku. Kenapa harus memusingkan sah atau tidaknya hanya karena kurang satu hari? *garuk-garuk kepala.

Aku ingin memberikan pendapatku. Meski mungkin terasa kurang fair karena aku nggak berpuasa dan bukan seorang Muslim, tetapi toh nilai-nilai agama itu nilai-nilai universal juga bukan?

Hm, dalam teologi Kristen, dikenal kalimat 'Yang terpenting adalah pertobatan, bukan korban'. Yang dipentingkan adalah esensi, bukan eksistensi.  Ibaratkan dalam kasus ini puasa sebagai korban, dan maknanya sebagai pertobatan, maka aku bisa mengatakan bahwa yang terpenting bukanlah berapa lama kita berpuasa, tetapi makna apa yang kita dapatkan selama kita berpuasa. Bagaimana kita menghayati puasa tersebut, dan bagaimana kita semakin mendekatkan hati kita kepada Dia. Percuma jika kita berpuasa 30 hari tetapi kita tidak mengerti arti dari apa yang kita lakukan, dan tidak merasakan manfaatnya. Kalau begitu, semua yang kita lakukan tidak lebih dari sekadar kegiatan menahan haus dan lapar, ritual ngabuburit, atau buka bersama.

Lagi pula setahuku, Dia juga memerintahkan umat-Nya untuk berpuasa satu bulan penuh, bukan 30 hari (correct me if I'm wrong). Dan waktu, adalah satuan imajiner yang relatif menurutku. 

Tulisan ini bukan bermaksud menyalahkan atau berusaha sok pintar. Seperti yang aku bilang di awal, aku hanya ingin memberi pendapat. Jangan sampai puasa kita berjalan sia-sia saja, dan kemudian keceriaan kita menggapai kemenangan sedikit berkurang hanya karena pikiran apakah puasa kita sah karena kita hanya berpuasa selama 29 hari.

Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir-batin... :)




P.S Aku masih menerima kiriman ketupat dan opor :p

'Pesbukers', Bullying?




Baru-baru ini ketika sedang mengasuh salah satu keponakan sahabatku, aku menyempatkan diri menonton televisi (satu hal yang tergolong nyaris jarang aku lakukan). Ternyata saat itu salah satu chanel sedang menayangkan acara komedi bertajuk ‘Pesbukers’. Dan kali itu, adalah kali pertama aku menonton acara tersebut secara serius. Dan, aku terkejut melihat apa yang ditampilkan acara tersebut.

Saat itu, segerombolan artis, berkumpul di satu stage, mengenakan berbagai macam kostum, saling melontarkan celaan-celaan berkaitan fisik. Tidak berhenti sampai di situ, keterkejutanku itu berlanjut lagi ketika kemudian salah satu pemain yang di sini kita sebut saja korban, di tarik dan dikepung oleh yang lain di tengah-tengah, dipegangi agar tidak lari, kemudian ramai-ramai mereka berseru, “Hajar?”, dan penonton kemudian menjawab dengan, “Hajar!”.

Setelah itu, salah satu pemain berkata, “Masak air!” yang kemudian dibalas oleh penonton dengan seruan, “Biar mateng!”, dan dilanjutkan dengan pantun berisi cemoohan, setelah itu bedak ditaburkan ke seluruh wajah si korban (sampai di sini aku merasa bahasaku lebih mirip berita kriminal), sementara yang lain tertawa puas.

Melihat adegan itu, aku berpikir, tidakkah adegan tadi menggambarkan bullying? Seorang korban yang dianggap sebagai sasaran empuk hinaan karena memiliki tampilan yang menurut mereka tidak menarik, dikeroyok dan diperlakukan seperti itu.

Acara ini tayang pada jam yang masih berada dalam jangkauan tonton anak-anak. Aku membayangkan apa yang ada di pikiran anak-anak kecil yang menonton adegan tersebut tanpa bimbingan orang tua? Tidakkah dalam alam bawah sadar mereka akhirnya pemahaman yang muncul adalah wajar jika kita menyiksa atau mengolok-olok orang yang dianggap loser seperti itu. Tidak perlu punya perasaan bersalah.

Sebagian orang mungkin akan menganggapku berlebihan dan berpikiran terlalu membosankan dan kolot. Tetapi, ketika melihat bocah berusia 4 tahun di gendonganku mulai ikut-ikutan berseru, “Bial mateng!” dengan suara cadelnya, sambil mengangkat tangannya, aku memutuskan untuk mematikan televisi dan mengajaknya bermain ayunan di halaman belakang. 

30 Menit

0:19
memikirkan kamu. memandangi bulan. di sana, kamu juga melakukannya. adakah kita memandangi bulan pada sisi yang sama?

0:21
langit dini hari ini gelap. mungkinkah jadi semakin gelap? aku tidak butuh terang malam ini. kamu saja sudah cukup.

0:22
mereguk susu cokelatku. berharap ia bisa membius. entah bisa tidur atau tidak malam ini. kamu tidak perlu menunggu. temani aku dengan mimpimu, tidurlah dahulu.

0:25
ada semilir angin menggodaiku. helai-helai rambut menggelitik. mereka ingin membuatku terusik. coba saja... cuma kamu yang mampu memecah konsentrasiku.

0:26
aku mulai merasa dingin saat ini. tidak sedingin di sana mungkin, tetapi sanggup membuatku merapatkan jendela. ingin digenggammu.... digenggam hangatmu.

0:27
tiba-tiba saja aku ingin tertawa. menertawai malam yang dingin, yang masih saja sanggup membawaku pulang lagi dan lagi. aku harap aku pulang pada hati yang sama. seperti hujan turun pada tanah yang sama.

0:33
aku banyak berpikir. dalam 6 menit, aku memetakan kita. kapan-kapan ku ceritakan padamu kalau kita bertemu. supaya kamu dan aku tidak lantas tersesat nantinya. 

0:34
efek susu cokelat mulai merasukiku. mulai menguap, mulai merasa nyaman. senyaman ketika bisa mendengar kamu menceritakan harimu.

0:35
hey, aku baru ingat. hari ini harapan akan hujan tidak terwujud. teru-teru bozu berkhianat kali ini. atau mungkin dia memang kehilangan kesaktiannya? ah, mungkin dia memang tidak lebih kuat dari musim panas. seperti katamu.

0:37
sekalipun begitu, aku masih saja berharap pada teru-teru bozu. aku memang bodoh. merindukan hujan saat ini. tapi aku harap kamu jangan cemburu. kamu juga aku rindu. tapi hujan itu soal lain.

0:38
aku mencoba mengontak dewa hujan... mungkin dia sedang di luar jaringan sekarang. baiklah, aku tunggu sebentar lagi.

0:42
aku mulai lelah. tidak ada tanda-tanda kedatangan hujan, dan semua orang di sini sudah tidur. kamu juga sepertinya sudah, aku tidak berminat menanyakan. mungkin kamu masih juga memandangi bulan? 

0:44
aku menutup jendela kamarku, berikut tirainya. pertunjukan malam berakhir. badut-badut harus istirahat malam ini. hujan tidak juga datang hingga saat terakhir. ya sudahlah... toh, aku merasa tenang dijagai bintang. terima kasih.

0:49
aku menyudahi rinduku malam hari ini.

Friday 17 August 2012

There's No Such Thing As Freedom

Well, tahan dulu protes yang muncul ketika membaca judulnya. Aku tahu, ada banyak orang yang tidak setuju. Tapi kenyataannya, pada prakteknya aku pikir kita tidak bisa benar-benar menjadi bebas. 

Seumur hidup, manusia diikat. Oleh keluarga, pekerjaan, tanggung jawab, rasa bangga, ambisi, nilai-nilai masyarakat, komitmen. Aku menyebut semua ikatan ini ikatan imajiner. Tidak terlihat, bahkan mungkin tidak kita rasakan, tetapi sesungguhnya mengikat. Contoh, sebagai individu kita dibentuk keluarga. Ketika kamu di masyarakat dan menghadapi situasi yang bertentangan dengan nilai-nilai keluargamu, sedikit-banyak, mau tidak mau, kamu pasti berpikir. Kamu tidak mungkin serta-merta begitu saja terlepas dari kulit kepompong yang telah membentuk kamu. Nol koma sekian persen pun kamu pasti membawa bagian dari kepompong yang telah memproduksi kamu tersebut.

Banyak manusia merasa bebas. Tidak salah... Tetapi menurutku tidak sepenuhnya benar. Dalam masyarakat, kamu tidak bisa menjadi bebas. Kebebasan yang kita rasakan selama ini menurutku semu. Kita hidup terikat nilai-nilai dan struktur sosial. Menurutku itu menyebalkan.

Misalnya, kalau kamu memang memilih untuk tidak menikah, apalagi kamu perempuan, masyarakat akan mencerca kamu. Dan setelah itu, besar kemungkinan mau tidak mau kamu pun menikah. Mungkin karena tidak tahan dengan omongan orang, mungkin karena kasihan melihat orang tua yang sudah sakit-sakitan, bisa juga pada akhirnya kamu lelah.

Dalam masyarakat, kita dikerangkeng. Kita tidak bebas merasakan perasaan-perasaan negatif. Kita tidak bebas merasa sedih, kita tidak bebas marah, kita tidak bebas iri, bahkan kita tidak bebes meneteskan air mata kita sendiri. Kenapa? Karena semua itu perasaan negatif, dan masyarakat hanya mau menerima kamu yang positif. Persetan dengan semua kesedihan kamu! Begitu kira-kira.

Bahagia atau tidak bahagia. Bahagia itu keputusan. Harusnya kita sendiri yang memutuskan apakah kita sedang ingin bahagia atau tidak. Kalau kita memang sedang ingin menangis, apakah kita harus tetap tersenyum? Seperti badut, penuh kamuflase. 

Aku jadi teringat pada iklan salah satu provider ponsel baru-baru ini. Katanya kita itu bebas milih, asal sesuai pilihan yang ada. Faktanya, memang seperti itu. Kebebasan yang semu, imajiner, tipu-tipu. Bebas tapi tidak bebas. 

Banyak orang menyalahkan orang-orang yang melakukan tindak bunuh diri. Katanya mereka tidak mensyukuri hidup. Ya, menurut Gereja maupun aturan agama manapun, bunuh diri memang terlarang. Tetapi, untuk yang satu ini, aku ingin bersikap berbeda. Aku tidak ingin menyalahkan mereka yang melakukannya. Kenapa? Karena itu bukan hakku. Mereka manusia, mereka bebas, mereka punya akal, mereka punya hak mengurus sendiri relasi mereka dengan Tuhan. Termasuk, mereka punya hak untuk memilih mau hidup atau tidak. Terlepas dari kita tidak bisa memilih mau dilahirkan atau tidak, mau dilahirkan dimana dan menjadi apa.

For me, there's no such thing as freedom... The pure freedom.

Thursday 16 August 2012

My Inspiration, My Role Model

Sejak dulu, ada seorang wanita yang jadi inspirasiku selain mama. And she is... 



Yup, Anggun C Sasmi. Penyanyi Indonesia kelahiran 29 April 38 tahun yang lalu, yang sekarang sudah sukses di tingkat internasional. Meski saat dia terkenal di Indonesia aku mungkin baru lahir, tetapi sejak SMP aku sudah mengoleksi lagu-lagunya dan mengikuti cerita hidup dan berita terbaru mengenai Anggun.

Buatku, dia luar biasa. Di samping bakat dan performancenya, dia ini sosok yang tegar, tangguh, dan yang pasti sudah berhasil mewujudkan mimpinya. Tidak peduli orang bicara apa tentang Anggun, tidak peduli komentar orang bagaimana, aku bangga sama Anggun. 

Lagu 'Snow On The Sahara' pernah berhasil membuatku berhenti menangis bertahun-tahun yang lalu. Suatu sore yang penuh dengan keputus asaan dan akan jadi hitam putih berlatar musik menyedihkan kalau digambarkan dalam sebuah adegan film, untuk pertama kalinya aku mendengar lagu ini. Dan untuk pertama kalinya aku tersihir dengan barisan kalimat,

If your hopes scatter like the dust across your track
I'll be the moon that shines on your path
The sun may blind our eyes, I'll pray the skies above
For snow to fall on the Sahara

Sejak saat itu, aku memperhatikan sosok Anggun. Membaca kisah hidupnya, dan kemudian praktis dia menjadi role modelku. Suatu hari, kalau aku diberi kesempatan untuk bertemu dengan Anggun entah itu di Indonesia, Perancis (I hope!), atau mungkin di tempat lainnya di belahan dunia ini, aku ingin mengatakan terima kasih untuk semangat dan optimisme yang secara tidak langsung sudah dialirkan olehnya.

Entah kapan bisa mewujudkan mimpi itu. :)

Pertemuan yang Indah


Selama hidupnya, manusia mengalami banyak sekali pertemuan. Beberapa di antaranya berkesan dan menjadi pertemuan yang akan dikenang bertahun-tahun kemudian. Mungkin dilengkapi dengan sebentuk senyuman, bisa juga justru air mata. Senyuman dan air mata itu seperti dua sisi mata uang. Pertemuan lainnya mungkin hanya akan terjadi, dan kemudian dilupakan begitu saja tanpa label kenangan.

Sembilan belas tahun aku hidup, aku sudah tidak tahu berapa banyak pertemuan yang sudah aku alami. Beberapa di antaranya berkesan. Pertemuan dengan kamu adalah satu di antaranya.

Agar menjadi berkesan, sebuah pertemuan tidak harus serumit atau seindah kisah Cinderella. Kita tidak bertemu dalam sebuah pesta, dan aku tidak iseng meninggalkan sebelah sepatuku. Pertemuan kita juga tidak tepat kalau dibandingkan dengan pertemuan yang sering digambarkan di sinetron atau novel-novel dengan kisah cinta. Kita tidak bertabrakan atau bermusuhan sebelumnya. Bahkan tidak banyak yang kita lakukan ketika pertama kali bertemu. 

Kita cuma tidak sengaja berpandangan dari jauh di antara orang-orang yang sedang menunggu sama seperti kita, saling tersenyum, dan menganggukkan kepala. Begitu terus untuk beberapa bulan selanjutnya. Sama sekali tidak pernah terpikir olehku untuk mengajakmu bicara atau sekadar menanyakan nama.

Tapi lihat kita sekarang. Bertukar cerita dengan wajar dan biasa sambil menikmati secangkir kopi untukmu dan secangkir teh untukku, saling mengejek dan mempertanyakan pendirian, belajar memahami dan saling mengenal, berkembang bersama. Dengan kebersamaan ini, aku ingin masing-masing dari kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Mungkin dengan adanya kamu, aku bisa beristirahat sebentar dari kerumitanku. Aku bisa belajar untuk lebih berpijak dan lebih menetralkan mimpi-mimpiku. Supaya aku tidak hanya bisa bermimpi tetapi juga bisa membentuk kenyataan. Dan mungkin aku bisa belajar sedikit mengenai keteraturan. Di samping itu, mungkin aku bisa mengajarkanmu untuk sedikit lebih menikmati hidup ini, bahwa hidup tidak selamanya harus teratur. Sedikit kekacauan kecil di sana-sini mungkin menjadikannya tidak cuma hitam putih.  :)

Tapi seperti yang sering aku bilang, jangan pernah percaya pada keabadian dan kepastian. Semua itu cuma ilusi. Kita mungkin bertahan, kita mungkin berpisah. Tapi kita juga mungkin bertemu lagi. Itulah siklus hidup dan relatifitas dunia.

Aku ini hujan. Tidak bisa kamu genggam kuat-kuat, karena kamu tidak akan mendapatkan apa-apa selain air yang tidak lagi mengambil bentuk dan kemudian mengalir keluar dari genggamanmu. Yang bisa aku katakan, nikmati saja dan mari kita tertawa. :D

Dan mari kita selalu bersiap-siap menikmati pertemuan-pertemuan selanjutnya.

Monday 13 August 2012

Sepenggal Tentang Surga dan Neraka

Minggu kemarin, aku mendengar sebuah cerita yang menurutku menarik. Cerita ini mengenai seorang sufi yang unik.

Dikatakan pada suatu ketika ada seorang sufi yang begitu dihormati orang-orang. Suatu hari, sang sufi berlari tergesa-gesa memasuki kampung, sambil membawa sebuah obor yang menyala di tangan kanannya, dan sebuah ember berisi air di tangan kirinya. Warga kampung tersebut heran melihat tingkah laku sang sufi. Mereka bertanya-tanya, untuk apa sang sufi membawa obor menyala dan ember berisi air sambil berlari terburu-buru.

Karena penasaran, seorang warga menghentikannya dan bertanya kepada sang sufi, "Salam wahai sufi. Mengapa engkau membawa obor menyala dan seember air? Akan kau apakankah semuanya itu?"

Sang sufi terdiam sesaat, tersenyum, kemudian menjawab, "Dengan seember air di tangan kiriku ini, aku ingin pergi dan memadamkan api neraka. Kemudian, dengan obor di tangan kananku ini, aku ingin pergi dan membakar surga. Dengan begitu, manusia tidak perlu lagi beribadah demi mengejar surga dan menghindari neraka."

Tebak siapa sufi itu? Dia adalah Rabi'ah al-Adawiyah dari Bashrah. Bashrah adalah sebuah daerah di daerah pantai Teluk Persia, di sebelah selatan pertemuan Sungai Efrat dan Sungai Tigris (saat ini masuk ke wilayah Irak).

Menurutku apa yang dilakukan sang sufi tersebut luar biasa. Memang, seperti lirik lagu Chrisye, "Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?"

Sejak kecil kita sudah diajarkan mengenai konsep surga dan neraka. Kita diberi tahu bahwa orang yang baik dan setia kepada Tuhan akan masuk surga, sementara yang membangkang akan dilempar ke dalam api neraka. Untuk itu, kita diberi tahu untuk menjadi orang baik. Tapi seandainya kita tidak pernah tahu surga dan neraka, apakah kita masih mau mengenal Tuhan?

Aku setuju dengan sufi tersebut. Nyatanya sejak bertahun-tahun lalu aku memang memilih untuk tidak mempercayai keberadaan keduanya. Aku tahu, pasti akan ada yang menjawab bahwa kepercayaan terhadap keduanya itu penting untuk memotivasi dan mengontrol manusia? Tetapi sayangnya, sejauh ini yang aku lihat motivasi itu sudah kelewat batas hingga menjadi dasar, bahkan satu-satunya dasar. Meski begitu, pasti akan tetap ada yang berkata, "Lebih baik begitu ketimbang tidak punya motivasi."

Yah, ut quod credit erunt... Setiap orang berhak memilih apa yang mau dia percayai dan apa yang tidak, dan biarkan semuanya berkembang sesuai apa yang mereka percayai. 

Sunday 12 August 2012

Bab Keanehan

Satu lagi manusia yang mengomentari fakta bahwa aku memilih orang seperti kamu dengan kalimat 'aneh'. Again, untuk kesekian kalinya di antara komentar yang dilontarkan teman-teman dekatku. Aku jadi berpikir,  seaneh itu ya?

Okay, sejak dulu mereka memang mengenalku sebagai alien dari konstelasi Orion. Iya, benar. Mereka bilang, aku dititipkan oleh orang tua alienku kepada manusia bumi, yaitu papa dan mamaku, untuk dirawat dan dibesarkan. Dengan harapan, suatu hari bisa kembali ke tempat asalku dengan pengetahuan baru.  Sayangnya, sekarang aku terjebak di bumi. Dan alasan kenapa selama ini aku tidak pernah bisa menjadi gemuk sekalipun begitu banyak makanan masuk dalam perutku adalah karena makanan di bumi memang bukan jenis makanan asliku, dan tidak cocok dengan sistem metabolisme tubuhku. Great theory. Patut diberi applause. 

Jadi sekarang, manusia harus bersiap-siap menghadapi invasi yang sedang aku rencanakan karena aku akan mengambil alih bumi... *mulai fubar

Well, back to the topic. Semakin lama aku semakin bertanya-tanya apa begitu aneh jika aku pada akhirnya memilih kamu? Seperti yang pernah aku ungkapkan sebelumnya, kamu dan aku memang jauh berbeda. Ya katakanlah ibaratnya kalau hobimu itu memejamkan mata dan menikmati alunan musik klasik, maka aku akan memilih menyetel musik dangdut kencang-kencang dan bergoyang mengikuti hentakan gendang. Mari kita bayangkan kalau hobi kita itu disatukan. Eksotis. *grin

Tapi tetap saja bagi teman-teman dekatku, alien sepertiku memilih manusia biasa-biasa saja seperti kamu itu merupakan sebuah hal yang luar biasa dan patut diteliti melalui serangkaian interogasi. Ketika aku melihat semua perbedaan dan ke'biasa'an kamu itu sebagai sebuah kesempatan untuk mencapai sebuah keseimbangan dan perpaduan, mereka menyebut semua itu sebagai kemungkinan bom waktu.

Baiklah... Tidak apa-apa. Mungkin memang sedikit tidak biasa ketika ada seorang alien memilih berpasangan dengan manusia (biasa) yang punya jadwal teratur, rencana jelas, dan visi yang real. Sementara alien sepertiku cenderung serabutan, mengawang-awang, dan (sok) idealis. Tapi kamu tahu, aku ini cukup keras kepala dan pantang menyerah. Aku pikir kedua sifat itu cukup saja untuk bisa bertahan dengan kamu.

Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu pasti apakah kita ini adalah kesempatan atau memang bom waktu. Belum ada teori yang mampu membuktikannya. Tapi siapa peduli? Kalaupun mungkin pada akhirnya kita ini sebenarnya hanyalah bom waktu, maka ya sudahlah... Sekarang kita lihat saja berapa lama sebenarnya waktu yang dimiliki bom ini, dan kita berharap saja agar ketika dia meledak, tidak ada satupun di antara kita yang terluka parah. :)

Saturday 11 August 2012

Disharmoni

seekor burung tidak bisa hidup dalam air
ia akan kehabisan napas
kebanyakan menenggak air
kemudian berakhir mati

seekor ikan tidak akan bertahan di atas daratan
ia hanya akan dirantai kebingungan,
bagaimana caranya melakukan pernapasan?
akhirnya ia pasrah, menemui ajal

setitik debu tidak pernah dibiarkan bertahan di antara hiasan
ia cuma dianggap pengganggu
perusakan harmoni keindahan yang (terlalu) teratur
selanjutnya, ia dibersihkan

seonggok sisa makanan tidak mungkin diletakkan di antara hidangan
merusak selera makan!
sisa makanan adalah sampah
maka ia berakhir di pembuangan

setetes air tidak bisa menang di antara kepungan bara api
begitu pula sebaliknya
sepercik api langsung padam dihantam aliran bah
jangan menyatukan keduanya

seorang manusia gila tidak mungkin dibiarkan berkeliaran
hidup bersama sekumpulan dewa-dewa pintar yang luput dari kesalahan
ia harus disingkirkan
nasibnya, berakhir di pengasingan

Friday 10 August 2012

22 Desember


Tahun ini, mungkin aku termasuk salah satu orang yang menunggu-nunggu kedatangan tanggal 22 Desember. Karena, tahun ini tanggal 22 Desember akan menambah daftar tanggal bersejarah dalam hidupku. :)

Kalau tidak ada halangan lagi, tanggal 22 Desember nanti akan menjadi tanggal ketika semua kerinduanku terlampiaskan, dan perjuangan selama ini terbayar. Perjalanan ini akan menemui ujungnya, dan kemudian berganti lagi menjadi perjalanan lain yang lebih panjang.

Hampir semuanya sudah siap. Hati, mental, pakaian, nama, orang tua (sampai di sini aku terdengar seperti orang yang mau menikah). Dan aku tidak sendirian. Ada belasan teman-teman seangkatanku yang lain yang juga mempersiapkan hal yang sama. Ini membuatku akhir-akhir ini sedikit flashback dan pada akhirnya berpikir, perjalanan ini sejak awal memang tidak pernah mudah.

Buktinya, hingga bulan ini, sudah ada tiga orang gugur. Dua mengundurkan diri karena alasan keluarga dan pribadi, satu terpaksa karena keadaan. Aku ingat saat hari pertemuan pertama, aku menatap setiap wajah satu per satu dan bertanya-tanya, kira-kira dari kami semua ini, berapa orang yang akan bertahan sampai akhir? Apakah aku akan bertahan? Apakah aku bisa berhasil tepat waktu? Ini lebih penuh tekanan dibanding sidang akhir ketika SMA dulu. Dan mungkin akan lebih penuh tekanan daripada sidang skripsi nanti.

Tapi ternyata, setelah menginjak bulan Agustus ini aku masih bertahan dan bahkan semakin dikuatkan. Masih  ada kurang-lebih 4 bulan lagi, dan dalam 4 bulan ini apapun bisa terjadi. Tuhan bisa berkehendak seketika, dan jadilah. Aku dan yang lain tahu itu. Tapi aku percaya, yang harus terjadi terjadilah. Aku kali ini sepenuhnya menyerahkan dan tidak meminta apa-apa.

Diam-diam, aku mencoreti setiap tanggal di kalender sehari demi sehari. Tidak menghitung, berapa hari sampai akhirnya tanggal 22 itu tiba, tapi aku menunggu. Dan coretan-coretan itu suatu saat akan jadi bukti sebuah perjalanan yang suatu saat akan bisa aku kenang dengan penuh senyum dan rasa bangga. :)

Untuk Kamu yang Berkata Rindu,

simpan rindumu
dalam kantong yang terjalin
dari dedaunan kering
biarkan dia berbaring
bersama harapmu
agar aku tidak pergi terlalu sering
biarkan tetap hangat
sampai aku pulang kepada
genggamanmu yang membuatku tersesat

Merasa Terasing


Saat ini sedang ada di Cirebon. Memanfaatkan kesempatan dua minggu libur sejenak dari pelajaran katekisasi. Rasanya melegakan. Tapi sejujurnya, aku berharap kalau saja bisa menghabiskan dua minggu ini di tempat lain, selain di sini. :(

Sejak dulu, tidak pernah 100% merasa nyaman di sini. Aku tidak pernah bisa merasa cocok dengan budaya basa-basi, ramah-tamah, saling sungkan, dan kekolektivan di sekitarku. Aku bukan tipe orang yang bisa menjadi munafik hanya demi menjaga perasaan orang lain, padahal yang orang itu lakukan salah. Aku bukan tipe orang yang betah menghadapi basa-basi tidak penting yang menghabiskan waktu. Bagiku, apa yang kamu mau, katakan! Tidak perlu berputar-putar. Aku lelah menunggu sesuatu atau seseorang yang tidak penting hanya demi alasan kebersamaan. Aku lelah dengan alasan takut melukai perasaan. Kenapa manusia harus sesensitif itu?

Bagiku, merasa nyaman di tempat ini cukup sulit. Di sini, aku merasa dibedakan. Semua gerak-gerik diperhatikan tetangga, dipergunjingkan. Informasi setengah-setengah mengenai masa kecilku jadi bahan lezat untuk obrolan. Demi seluruh umat manusia di bumi, kenapa orang-orang itu tidak bisa hidup tanpa gosip? Baiklah, paragraf yang ini betul-betul murni sebuah keluhan.

Kenapa ya? Mungkin kalau mengambil apa yang dikatakan oleh Eric Weiner dalam buku Geography of Bliss, aku ini terjerat epifani yang sangat jelas di mana aku menyadari bahwa aku lahir di negara yang salah. Kalau dipersempit, aku lahir di tempat dan keluarga besar yang salah. Ditambah lagi, tinggal di lingkungan yang salah. 

Di sini, aku benar-benar merasa terasing. Aku tidak tahu apakah hal seperti ini sebenarnya salah atau tidak. Mengutip W.S Rendra pada salah satu puisinya, semua pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang percuma saja ketika ia merasa terasing di tempat asalnya. Kalau begitu apakah semua ini percuma sebenarnya? Apakah salah merasa terasing seperti ini?

Monday 6 August 2012

Life Goes On

Hidup itu mengalir. Bergerak maju, terus, tak mampu kita hentikan apalagi kita kembalikan. Meminjam kata-kata Heraclitus, kita tidak mungkin melangkah dua kali ke sungai yang sama.

Rasanya hidupku mengalir begitu cepat. Sepertinya belum lama aku bertanya-tanya sambil berbaring nyaman di atas tempat tidurku, kira-kira bagaimana rasanya nanti ketika sudah lulus SMA, tidak perlu lagi mengenakan seragam, dan tidak perlu lagi melewati jalan yang sama yang aku lalui selama kurang-lebih 14 tahun hampir setiap harinya. Dan sepertinya baru kemarin aku betul-betul merasakannya. Tapi ternyata, sudah satu tahun aku lulus.

Banyak orang bilang lulus SMA berarti kita memasuki fase transisi ke dunia orang dewasa. Banyak yang berubah. Kita harus menentukan masa depan kita. Kuliah, atau kerja. Kuliah jurusan apa, dimana, kerja apa, dimana, dan sebagainya. Kita dituntut untuk lebih dewasa dan mampu mengambil keputusan. Dan ternyata sudah satu tahun aku menjalani masa transisi ini.

Dan nyatanya hidup memang bergerak maju. Tidak hanya untuk aku, tetapi juga orang-orang di sekitarku, termasuk teman-teman dekatku. Aku senang melihat mereka sekarang sedang berjuang di jalan yang mereka pilih. Berjuang mewujudkan mimpinya masing-masing.



Ada yang sedang kuliah keguruan dan kerap kali mengeluh soal jadwal yang padat dan tugas yang menumpuk. Ada yang di Singapura untuk belajar bisnis meski dia tahu kemungkinan besar dia akan kembali berakhir di kota kelahiran kami dan meneruskan bisnis orang tuanya. Ada yang memilih sekolah perhotelan dan saat ini dengar-dengar sedang ada di Malaysia untuk magang di hotel. Ada yang belum menemukan kepastian soal masa depannya dan sedang mencoba merencanakan untuk minggat ke Korea dan bekerja di sana. Dan ada juga yang baru pulang ke Indonesia setelah satu tahun di Cina dan saat ini sedang berjuang untuk kembali mendapatkan beasiswa tahun depan.

Luar biasa ya? Aku menuliskannya dengan perasaan bangga.

Mereka teman-teman dekatku. Dulu, ketika sedang menginap di rumah salah satu, kami tidur bersama. Bercanda sampai pagi, tidur sampai siang, jalan kaki mengelilingi Cirebon untuk foto-foto dan mencari makanan, melakukan berbagai kejahilan, bertengkar, bercanda, menonton film horror bersama dalam kamar yang digelapkan, setelah itu takut sendiri. Benar-benar lucu.

Di pinggir jalan sebelum mandi air panas :D

Di atas jembatan cinta. Ternodai oleh lambang salah satu provider di tiang jembatan *ups


Curang. Mukanya udah pada siap ditutupin

Ulang tahun yang berakhir dengan bencana di kamar mandi :D
Cowok merana. Nggak dilirik sama sekali

Kue ulang tahun yang akhirnya abis semua creamnya dipakai buat perang. Surprise malam-malam pulang siaran
 
Semi Charlie's Angels. Yang ini, Edgar's Angels

Stress. Loncat-loncat di depan pagar kantor Wali Kota

Nangis di depan kantor wali kota gara-gara belum makan dari lima belas menit yang lalu

Pundung karena nggak direspon

Ngancem mau gantung mulut di tiang ini

Temanku yang satu ini memang baunya kembaran sama yang beroda itu *ups kabur

Demam India-Indiaan di pinggir jalan. Sayang pohonnya cuma setengah

Mengagumi patung terbaru, icon Kota Cirebon

Mau nandingin Romeo & Juliet ceritanya

Autis baru sekali ketemu telepon umum :p

Bersama mereka, aku melewati masa kecil dan masa remajaku dengan luar biasa. Mereka itu sahabat-sahabat yang berkilau seperti aurora. Ngebego bareng, bandel bareng, ngesok bareng-bareng juga. 

Oma Edgar, say cheese! :D

Muka-muka belum tidur

Selalu seperti ini, konferensi di meja makan memikirkan kelangsungan dunia, bagaimana mempertahankannya dari invasi Monster Stroberi :p

Itulah dia. Banyak kenangan. Dan sekarang, kami sedang berpisah dan berada di tempat yang sudah kami pilih sendiri. Aku di Bandung, dua temanku saat ini masih di Cirebon, satu sedang di Malaysia, satu di Tanggerang, dan yang terakhir di Singapura. Belum ada kesempatan untuk kami berkumpul dalam formasi yang lengkap. Tapi aku yakin suatu saat nanti pasti ada. 

Mungkin saja ketika saat itu tiba, kami bisa mewujudkan kegilaan fantasi kami. Bahwa suatu saat, kami akan membuat sebuah usaha bersama-sama yang menampung seluruh passion kami masing-masing. Kami ingin membangun sebuah one stop entertainment building. Lantai satu adalah salon, butik, dan restoran keluarga. Lantai dua ada kafe dengan live music dan toko buku sekaligus perpustakaan. Lantai paling atas adalah stasiun radio, dan beberapa ruang yang digunakan untuk kursus bahasa Mandarin atau mungkin kursus lainnya? :)

Kalau dipikir-pikir, konsep kami itu mirip seperti mall dimana segalanya serba ada. Tapi siapa yang tahu kalau suatu hari nanti, bisa saja semua itu terwujud.

Saat ini biar seperti ini saja. Berjalan sendiri-sendiri, berjuang mewujudkan mimpi kami. Suatu saat ketika kami berkumpul kembali, aku yakin ada banyak cerita yang bisa dibagi. Aku betul-betul sedang merindukan mereka saat ini.