Thursday 2 August 2012

Be Dare To (Really) Live!

"Everyman dies, not every man really lives."


Mel Gibson - Braveheart


Semua orang pasti meninggal, tetapi tidak semua orang benar-benar hidup sebelum dia meninggal. Penting buatku untuk menyadarinya. Kenapa? Karena banyak orang yang aku kenal, takut untuk hidup. Takut untuk memenuhi panggilan hidupnya. Takut menjadi diri sendiri. Takut yang lain-lain. Banyak rasa takut.

Rasa takut itu pada akhirnya banyak membuat orang terikat terlalu kuat pada konstruksi yang sudah ada dalam masyarakat. Lahir, tumbuh, belajar, dewasa, keluar dari rumah, bekerja, berkeluarga, memiliki keturunan, mendidik generasi baru, menjadi tua, dan mati. Seperti itu terus, dan generasi selanjutnya pun akan berjalan seperti itu. Seperti siklus yang tidak terputus.

Masalah kegemaran, kebiasaan, pekerjaan, agama, idealisme, memilih pasangan hidup, memilih jalan hidup, semua terikat pada konstruksi yang sudah ada. Kenapa harus? Apakah semua orang harus mengikuti jalur yang sudah ada? Kalau begitu tidak ada perbedaan berarti antara kehidupan manusia dengan robot. Sudah terkontrol.

Banyak orang takut menjadi beda. Kebanyakan, mengikuti keluarganya. Lebih luas lagi, mengikuti pilihan yang sudah ditawarkan masyarakat. Jarang ada yang mau bertahan dengan pilihannya ketika pilihan itu bertentangan dengan konstruksi yang sudah ada di masyarakat. 

Aku kasih beberapa contoh konstruksi yang sering ditemui di masyarakat dan menghalangi kita jadi diri sendiri.

1. Kalau kamu laki-laki dan kamu suka warna pink, kamu sulit untuk mengakuinya karena takut dibilang banci. Katanya warna pink itu warna perempuan
2. Kalau kamu laki-laki dan kamu suka menari, belum banyak masyarakat bisa menerimanya. Kecuali kamu berprestasi, kamu akan tetap dibilang banci
3. Kalau kamu perempuan, supaya dibilang feminin kamu harus pakai rok, berambut panjang, suka masak, berkebun, menari, atau menjahit. Perempuan yang hobinya berdebat, melakukan olahraga keras, atau tidak suka dandan, lebih sulit diakui feminin
4. Profesi yang dianggap menjanjikan adalah dokter, arsitek, pengusaha, akuntan, PNS
5. Orang yang mempelajari ilmu pasti lebih sukses daripada ilmu sosial
6. Belum pernah pacaran sampai kamu kuliah itu freak
7. Menikah di atas usia 25 (untuk perempuan) dan 30 (untuk laki-laki), atau bahkan memilih tidak menikah sama sekali itu kelainan
8. Agama harus mengikuti keluarga
9. Memilih pasangan harus seiman 
10. Selepas SMA, seseorang harus kuliah
11. Meninggalkan hidup mapan demi mencoba hal-hal baru itu dianggap gila

Selain kesebelas contoh tadi, masih ada lebih banyak lagi konstruksi sosial yang menyesakkan. Entah kenapa, sejak kecil, menurutku semuanya nyaris nonsense. 

Kalau kamu laki-laki tetapi kamu suka warna pink, lalu kenapa? Apakah itu artinya kamu bukan laki-laki? Kalau kamu suka menari atau memasak, dan memilih menjadi penari misalnya ketimbang menjadi dokter, arsitek, atau akuntan, lalu kenapa? Tidak semua dokter, arsitek, ataupun akuntan sukses. Selama itu memang bukan passion, akan sulit. Aku tetap percaya, apapaun pekerjaan kita, selama kita melakukannya dengan passion, kita bisa sukses.

Kalau kamu berumur 30 tahun dan kamu belum menikah, lalu apakah kamu harus memaksakan diri untuk menikah dengan orang yang mungkin tidak kamu cintai? Kalau kamu memilih untuk tidak berpacaran dulu, lalu apakah itu menjadikan kamu aneh? Kalau kamu memilih kepercayaan yang berbeda dari orang tua kamu, keluarga kamu, leluhur kamu, apakah itu artinya kamu sesat?

Banyak orang mengubur jati dirinya demi mengikuti konstruksi yang ada. Banyak yang tidak siap dengan konsekuensi menjadi berbeda, meski itu artinya kita menjadi diri sendiri. Come on guys, we are all unique! Tidak ada dua orang manusia yang benar-benar persis sama. Lalu kenapa kita tidak membiarkan setiap orang berkembang dengan caranya masing-masing, dan menjadi dirinya sendiri? Kenapa harus mengikat seorang manusia dengan konstruksi konyol yang menyesakkan dan tidak mengembangkan?


Tuhan menurunkan kita ke dunia, bukan ingin melihat seorang dokter, akuntan, lulusan S3, Muslim, Kristiani, Budhis, ataupun yang lainnya. Yang Tuhan mau lihat adalah kita bertumbuh sebagai manusia dengan segala keunikannya untuk bersama-sama memelihara dunia. Manusia yang benar-benar hidup, menghargai kehidupan dan dunia yang telah diberikan padanya, dan bukannya robot yang menjalankan perintah sesuai komando yang diberikan. Kalau begitu, Tuhan seperti sedang main rumah-rumahan saja.

Bukan berarti semua konstruksi sosial itu salah. Aku hanya mengkritisi fakta bahwa selama ini seorang anak harus mengikuti konstruksi sosial yang sudah ada. Menurutku kenapa tidak membiarkan semuanya berjalan apa adanya untuk setiap pribadi?

Selama ini kita sadar kita ini makhluk hidup. Tapi that's it. Kesadaran berhenti sampai di situ. Tidak banyak yang berlanjut lebih dalam seperti menyadari bagaimana kita hidup, seperti apa kita hidup, untuk apa kita hidup, apa yang bisa kita lakukan selama kita hidup, dan kenapa kita harus hidup seperti ini atau seperti itu.

Bukan berarti kita harus menjadi seorang penganut eksistensialisme untuk benar-benar hidup.  Cukup dengan menyadari bahwa kita berbeda, dan kita punya hak untuk berbeda, itu cukup. Dengan menyadari hak itu, mungkin kita bisa lebih memiliki keberanian untuk menjadi diri sendiri. Keberanian untuk benar-benar hidup.

"Everyman dies, not every man really lives."

So, be dare to really live! Tidak perlu takut bila harus menjadi outsider.

0 comments:

Post a Comment