Friday 17 August 2012

There's No Such Thing As Freedom

Well, tahan dulu protes yang muncul ketika membaca judulnya. Aku tahu, ada banyak orang yang tidak setuju. Tapi kenyataannya, pada prakteknya aku pikir kita tidak bisa benar-benar menjadi bebas. 

Seumur hidup, manusia diikat. Oleh keluarga, pekerjaan, tanggung jawab, rasa bangga, ambisi, nilai-nilai masyarakat, komitmen. Aku menyebut semua ikatan ini ikatan imajiner. Tidak terlihat, bahkan mungkin tidak kita rasakan, tetapi sesungguhnya mengikat. Contoh, sebagai individu kita dibentuk keluarga. Ketika kamu di masyarakat dan menghadapi situasi yang bertentangan dengan nilai-nilai keluargamu, sedikit-banyak, mau tidak mau, kamu pasti berpikir. Kamu tidak mungkin serta-merta begitu saja terlepas dari kulit kepompong yang telah membentuk kamu. Nol koma sekian persen pun kamu pasti membawa bagian dari kepompong yang telah memproduksi kamu tersebut.

Banyak manusia merasa bebas. Tidak salah... Tetapi menurutku tidak sepenuhnya benar. Dalam masyarakat, kamu tidak bisa menjadi bebas. Kebebasan yang kita rasakan selama ini menurutku semu. Kita hidup terikat nilai-nilai dan struktur sosial. Menurutku itu menyebalkan.

Misalnya, kalau kamu memang memilih untuk tidak menikah, apalagi kamu perempuan, masyarakat akan mencerca kamu. Dan setelah itu, besar kemungkinan mau tidak mau kamu pun menikah. Mungkin karena tidak tahan dengan omongan orang, mungkin karena kasihan melihat orang tua yang sudah sakit-sakitan, bisa juga pada akhirnya kamu lelah.

Dalam masyarakat, kita dikerangkeng. Kita tidak bebas merasakan perasaan-perasaan negatif. Kita tidak bebas merasa sedih, kita tidak bebas marah, kita tidak bebas iri, bahkan kita tidak bebes meneteskan air mata kita sendiri. Kenapa? Karena semua itu perasaan negatif, dan masyarakat hanya mau menerima kamu yang positif. Persetan dengan semua kesedihan kamu! Begitu kira-kira.

Bahagia atau tidak bahagia. Bahagia itu keputusan. Harusnya kita sendiri yang memutuskan apakah kita sedang ingin bahagia atau tidak. Kalau kita memang sedang ingin menangis, apakah kita harus tetap tersenyum? Seperti badut, penuh kamuflase. 

Aku jadi teringat pada iklan salah satu provider ponsel baru-baru ini. Katanya kita itu bebas milih, asal sesuai pilihan yang ada. Faktanya, memang seperti itu. Kebebasan yang semu, imajiner, tipu-tipu. Bebas tapi tidak bebas. 

Banyak orang menyalahkan orang-orang yang melakukan tindak bunuh diri. Katanya mereka tidak mensyukuri hidup. Ya, menurut Gereja maupun aturan agama manapun, bunuh diri memang terlarang. Tetapi, untuk yang satu ini, aku ingin bersikap berbeda. Aku tidak ingin menyalahkan mereka yang melakukannya. Kenapa? Karena itu bukan hakku. Mereka manusia, mereka bebas, mereka punya akal, mereka punya hak mengurus sendiri relasi mereka dengan Tuhan. Termasuk, mereka punya hak untuk memilih mau hidup atau tidak. Terlepas dari kita tidak bisa memilih mau dilahirkan atau tidak, mau dilahirkan dimana dan menjadi apa.

For me, there's no such thing as freedom... The pure freedom.

0 comments:

Post a Comment