Monday 13 August 2012

Sepenggal Tentang Surga dan Neraka

Minggu kemarin, aku mendengar sebuah cerita yang menurutku menarik. Cerita ini mengenai seorang sufi yang unik.

Dikatakan pada suatu ketika ada seorang sufi yang begitu dihormati orang-orang. Suatu hari, sang sufi berlari tergesa-gesa memasuki kampung, sambil membawa sebuah obor yang menyala di tangan kanannya, dan sebuah ember berisi air di tangan kirinya. Warga kampung tersebut heran melihat tingkah laku sang sufi. Mereka bertanya-tanya, untuk apa sang sufi membawa obor menyala dan ember berisi air sambil berlari terburu-buru.

Karena penasaran, seorang warga menghentikannya dan bertanya kepada sang sufi, "Salam wahai sufi. Mengapa engkau membawa obor menyala dan seember air? Akan kau apakankah semuanya itu?"

Sang sufi terdiam sesaat, tersenyum, kemudian menjawab, "Dengan seember air di tangan kiriku ini, aku ingin pergi dan memadamkan api neraka. Kemudian, dengan obor di tangan kananku ini, aku ingin pergi dan membakar surga. Dengan begitu, manusia tidak perlu lagi beribadah demi mengejar surga dan menghindari neraka."

Tebak siapa sufi itu? Dia adalah Rabi'ah al-Adawiyah dari Bashrah. Bashrah adalah sebuah daerah di daerah pantai Teluk Persia, di sebelah selatan pertemuan Sungai Efrat dan Sungai Tigris (saat ini masuk ke wilayah Irak).

Menurutku apa yang dilakukan sang sufi tersebut luar biasa. Memang, seperti lirik lagu Chrisye, "Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?"

Sejak kecil kita sudah diajarkan mengenai konsep surga dan neraka. Kita diberi tahu bahwa orang yang baik dan setia kepada Tuhan akan masuk surga, sementara yang membangkang akan dilempar ke dalam api neraka. Untuk itu, kita diberi tahu untuk menjadi orang baik. Tapi seandainya kita tidak pernah tahu surga dan neraka, apakah kita masih mau mengenal Tuhan?

Aku setuju dengan sufi tersebut. Nyatanya sejak bertahun-tahun lalu aku memang memilih untuk tidak mempercayai keberadaan keduanya. Aku tahu, pasti akan ada yang menjawab bahwa kepercayaan terhadap keduanya itu penting untuk memotivasi dan mengontrol manusia? Tetapi sayangnya, sejauh ini yang aku lihat motivasi itu sudah kelewat batas hingga menjadi dasar, bahkan satu-satunya dasar. Meski begitu, pasti akan tetap ada yang berkata, "Lebih baik begitu ketimbang tidak punya motivasi."

Yah, ut quod credit erunt... Setiap orang berhak memilih apa yang mau dia percayai dan apa yang tidak, dan biarkan semuanya berkembang sesuai apa yang mereka percayai. 

0 comments:

Post a Comment