Wednesday 29 August 2012

Sudah Saatnya Beliau Mengoreksi Diri

SBY Pidato, Anak-Anak Tidur

Mempersiapkan diri sejak pagi membuat beberapa anak tampak tidak konsentrasi mengikuti puncak peringatan Hari Anak Nasional 2012 di Teater IMAX Keong Mas, Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2012. Beberapa anak tampak tertidur saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di atas panggung.


Kejadian ini berlangsung pagi tadi. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di puncak peringatan Hari Anak Nasional 2012, beliau menegur beberapa anak yang tertidur. Peristiwa peneguran seperti ini bukan kali pertama terjadi dalam masa pemerintahannya yang sudah dua kali putaran.

Bulan Juni lalu saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, beliau juga sempat 'merajuk' karena beberapa tamu mengobrol saat beliau sedang menyampaikan pidatonya. Kejadian tersebut pun berulang kembali saat presiden memberikan kuliah di Secapa Bandung. Ketika membaca berita mengenai kejadian peneguran di Teater Keong Mas hari ini, aku jadi berpikir mungkin sudah saatnya beliau memperbaiki diri.

Ketika seseorang berbicara di depan orang banyak, dan berkali-kali para audiensnya ketahuan menahan kantuk, atau bahkan sudah terlanjur gagal menahan kantuk, mungkin sudah saatnya orang tersebut memeriksa kembali dimana letak kesalahannya sehingga kejadian semacam itu terjadi berulang kali. Mungkin kesalahannya bukan pada audiens yang mengantuk, tetapi pada pembicara yang tidak mampu membaca dan menguasai situasi.

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan seseorang saat berbicara di depan banyak orang. Pertama, teknis yang berkaitan dengan warna suara, pengaturan intonasi, irama, penekanan, dan hal-hal teknis lainnya. Kedua, hal yang dibicarakan harus sesuai dengan audiens. Ketiga, cara membawakannya pun harus sesuai dengan latar-belakang umur atau mungkin kelas sosial para audiens. 

Tidak mungkin kita bicara mengenai perekonomian dan krisis global menggunakan istilah-istilah asing ataupun ilmiah ketika bicara di depan para petani padi. Dan terlalu tinggi pula rasanya bila membicarakan persaingan global, serta perlindungan dan hak anak, apalagi menggunakan istilah-istilah asing seperti mindset, culture shock, fulture shock, dan istilah asing lainnya, ketika bicara dengan anak-anak SD yang baru mengerti I go to school with my brother. Ketidak sinkronan ini melahirkan ketidak mengertian, yang pada akhirnya jangan disalahkan kalau berakhir dengan audiens yang mengantuk, atau lebih memilih mengobrol.

Kejadian hari ini seharusnya bisa dijadikan bahan pembelajaran. Kalau presiden mau sejak awal menunjukkan sisi kebapakaannya di depan anak-anak SD tersebut, maka bicaralah seperti seorang bapak kepada anaknya. Contoh, mengambil tema peringatan Hari Anak Nasional 2012 yaitu "Bersatu Mewujudkan Indonesia Ramah Anak: Saya Anak Indonesia Beriman, Jujur, Cerdas, Sehat, Berakhlak Mulia, dan Berprestasi:, mungkin kalau aku jadi beliau aku akan berpidato seperti ini:

"Anak-anak manis yang Bapak banggakan, Bapak ingin berkata bahwa sebagai presiden, saat ini Bapak merasa bangga sekali memiliki anak-anak calon penerus bangsa yang hebat seperti kalian. Ayo... Siapa di sini yang bulan puasa kemarin puasanya penuh? <jeda sebentar memberi kesempatan anak-anak mengangkat tangan>. Waaah... Pintar sekali anak-anak Bapak ini. Seperti yang Bapak duga, kalian memang hebat! Bapak mau mengingatkan kalian supaya tidak lupa bahwa kalian ini anak-anak yang hebat. Masing-masing dari kalian merupakan bagian dari generasi hebat yang suatu hari nanti akan memimpin bangsa kita yang tercinta ini."

Dan kira-kira seperti itulah. Daripada mengingatkan anak-anak soal persaingan global yang harus mereka hadapi, tantangan yang akan menghadang mereka, atau hal-hal 'berat' lainnya, aku pikir pada kasus ini anak-anak itu lebih butuh 'diangkat', diingatkan bahwa mereka adalah anak-anak hebat harapan bangsa. Dengan begitu, mereka bisa tumbuh sebagai individu-individu yang optimis dan penuh rasa bangga.

Tulisan ini adalah sebuah kritik. Aku memang bukan ahli pidato, ahli politik, atau sebagainya. Aku cuma seorang rakyat yang masih percaya pada presidennya, dan pada masa depan negaranya. Kritik ini juga aku buat karena aku sayang, bukan ingin menjatuhkan. Sekalipun aku ragu kalau Bapak Presiden akan membaca tulisan ini, tetapi masih lebih baik daripada tidak ditulis sama sekali.

Sekali lagi, mungkin sudah saatnya beliau mengoreksi diri.

0 comments:

Post a Comment